Selasa 15 Feb 2022 10:14 WIB

Komnas HAM: Aktivis Penolak Tambang di Parigi Moutong Tewas Ditembak Peluru Tajam

Proyektil peluru masuk ke tubuh aktivis tambang itu dari belakang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Garis Polisi (ilustrasi)
Foto: Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sulawesi Tengah (Sulteng) Dedi Askary menyampaikan hasil temuan awal terkait tewasnya aktivis penolak tambang di Parigi Moutong. Korban teridentifikasi atas nama Erfaldi (21 tahun) dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan.

Menurut Dedi Askary, penyelidikan awal ini penting untuk mengetahui penyebab kematian Erfaldi yang merupakan anggota massa aksi penolak aktivitas pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan.

Baca Juga

"Benar meninggal disebabkan oleh peluru tajam, sebagaimana proyektil yang ditemukan dan diangkat dari bagian tubuh korban. Proyektil tersebut masuk mengenai korban dari arah belakang," kata Dedi dalam keterangan yang dikutip Republika, Selasa (15/2/2022).

Terkait hal tersebut, Komnas HAM Sulteng melakukan klarifikasi dan interview dengan beberapa pejabat utama di Polres Parigimoutong. Berdasarkan hasil komunikasi dengan Kabag Ops Polres Parigimoutong, AKP Junus Achpa, disebutkan korban bukan dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian berdalih mengedepankan sikap humanis dan langkah persuasif tanpa melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata.

"Sementara fakta lain sebagaimana hasil interview kami dari keluarga almarhum, menjelaskan sekaligus memperlihatkan proyektil yang diingat bahwa almarhum Erfaldi meninggal karena terkena peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada. Ini terlihat dari kondisi luka sebagaimana yang dijelaskan oleh pihak puskesmas di Desa Katulistiwa saat lakukan visum dan mengangkat proyektil yang tersisa dan hinggap di bagian tubuh korban," ujar Dedi.

Selain itu, Komnas HAM Sulteng berupaya segera mengungkap siapa pelaku penembakan guna menghindari terjadi kesimpangsiuran berkepanjangan. Komnas HAM mengimbau kepada pihak keluarga dan simpul-simpul massa agar mau menahan diri.

"Untuk mendapat kepastian dari pihak keluarga dan tokoh masyarakat yang ada, untuk semua mereka menahan diri dan lakukan cooling down," ujar Dedi.

Komnas HAM juga sudah menegosiasikan dengan Kapolres Parigi Moutong untuk melepas 45 orang masyarakat yang ditahan.

"Dan disetujui kapolres paling lambat Ahad (13/2) malam setelah mereka jalani proses verbal di polres," kata Dedi.

Sebelumnya, Propam Polda Sulteng dan Polres Parigi Moutong memeriksa 14 polisi terkait kasus tewasnya seorang warga Desa Tada yang tertembak saat pembubaran pemblokiran jalan di Desa Sinei, Sabtu (12/2). Selain memeriksa 14 anggota kepolisian, Propam Polda Sulteng juga mengamankan 13 pucuk senjata api untuk keperluan penyelidikan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement