REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyayangkan, vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Herry Wirawan. Dia mendukung agar pihak kejaksaan mengajukan banding.
Herry merupakan terdakwa pelaku kasus kekerasan seksual pada 13 santriwati, di Cibiru, Bandung, Jawa Barat. Herry dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang beberapa kali sebagaimana dalam dakwaan primer.
"Menghukum Herry Wirawan seumur hidup di penjara ini adalah putusan yang kurang menjawab problematika terkait perlindungan kekerasan seksual pada anak, padahal diharapkan majelis hakim dalam perkara ini berani memutus pelaku dengan hukuman mati," kata Azmi di Jakarta, Rabu (16/2).
Vonis penjara seumur hidup terhadap Herry meleset dari tuntutan jaksa. Pihak jaksa penuntut umum, menuntut Herry dengan hukuman mati dan kebiri.
"Secara perbuatan yang dilakukan terdakwa kepada anak adalah perbuatan yang berulang kali, bahkan tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup merupakan tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan berat," ujar Azmi.
Oleh karena itu, Azmi mendorong, kejaksaan mengajukan banding sebagai upaya hukum berikutnya setelah menerima putusan lengkap hakim. Pasalnya, dia meyakini, perbuatan Herry tergolong kejahatan berat, berdampak trauma seumur hidup bagi korban, sulit dipulihkan kembali seperti keadaan semula.
"Bahkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan umum, peradaban dan rasa kemanusiaan. Hukuman haruslah setimpal dengan kejahatan yang dilakukan pelaku," ucap Azmi.
Azmi juga sebenarnya berharap, putusan pengadilan atas kasus ini menjadi landmark yang membawa pengaruh besar. Khususnya dalam upaya melindungi anak dari kekerasan seksual di masa akan datang.
"Dan membuat predator anak takut melakukan kejahatan seksual pada anak bila hakim terapkan hukuman mati bagi pelaku," tutur Azmi.