Kamis 17 Feb 2022 09:10 WIB

China: AS Permainkan Krisis Ukraina

AS dinilai telah memainkan ancaman perang dan menciptakan suasana ketegangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Dalam foto yang diambil dari video yang disediakan oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Selasa, 15 Februari 2022, tank tentara Rusia kembali ke pangkalan permanen mereka setelah latihan di Rusia. Dalam apa yang bisa menjadi tanda lain bahwa Kremlin ingin menurunkan suhu, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan Selasa bahwa beberapa unit yang berpartisipasi dalam latihan militer akan mulai kembali ke pangkalan mereka.
Foto: AP/Russian Defense Ministry Press S
Dalam foto yang diambil dari video yang disediakan oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Selasa, 15 Februari 2022, tank tentara Rusia kembali ke pangkalan permanen mereka setelah latihan di Rusia. Dalam apa yang bisa menjadi tanda lain bahwa Kremlin ingin menurunkan suhu, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan Selasa bahwa beberapa unit yang berpartisipasi dalam latihan militer akan mulai kembali ke pangkalan mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menuding Amerika Serikat (AS) “mempermainkan” krisis di perbatasan Rusia-Ukraina. Hal itu disampaikan setelah Rusia mengumumkan, mereka telah menarik sekitar 150 ribu tentaranya dari wilayah perbatasan Ukraina.

“Selama berhari-hari AS telah memainkan ancaman perang dan menciptakan suasana ketegangan. Hal ini telah berdampak serius pada ekonomi, stabilitas sosial, dan kehidupan masyarakat di Ukraina, serta menambah hambatan untuk memajukan dialog dan negosiasi antara pihak-pihak terkait,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Wang Wenbin, Rabu (16/2/2022), dikutip laman resmi Kemenlu China.

Baca Juga

Wang pun menyinggung tentang pernyataan Rusia yang menyebut Barat telah menggunakan “terorisme informasi” tentang masalah Ukraina. Menurutnya, perlu dicatat, penyebaran disinformasi secara konstan oleh beberapa negara Barat telah memicu lebih banyak guncangan dan ketidakpastian di dunia yang kini tengah menghadapi beragam tantangan serta perpecahan.

“Kami berharap pihak-pihak terkait dapat menghentikan kampanye disinformasi semacam itu dan melakukan lebih banyak hal yang bermanfaat bagi perdamaian, rasa saling percaya, dan kerja sama,” kata Wang.

Di tengah desas-desus tentang rencana menyerang Ukraina, Rusia justru mengumumkan telah menarik sekitar 150 ribu tentaranya dari wilayah perbatasan negara tersebut. Kementerian Pertahanan Rusia, pada Rabu, merilis sebuah video yang menunjukkan satu kereta kendaraan lapis baja bergerak melintasi jembatan dari Krime, semenanjung Laut Hitam. Rusia menganeksasi wilayah itu dari Ukraina pada 2014. Sehari sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan dimulainya penarikan pasukan setelah mengikuti latihan militer di dekat perbatasan Ukraina.

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg membantah klaim Moskow terkait penarikan pasukannya dari perbatasan Ukraina. Dia mengaku belum melihat bukti tentang adanya proses tersebut.

"Kami belum melihat penarikan pasukan Rusia. Itu bertentangan dengan pesan upaya diplomatik yang sebenarnya," kata Stoltenberg kepada awak media, dikutip laman BBC.

Menurut dia, Rusia justru melakukan hal sebaliknya, yakni menambah lebih banyak pasukan ke wilayah perbatasan Ukraina. "Kami sedang memantau dan mengikuti apa yang mereka lakukan. Mereka selalu menggerakkan pasukan bolak-balik. Jadi hanya dengan melihat pergerakan pasukan tidak mengonfirmasi penarikan yang sebenarnya,” ucap Stoltenberg. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement