REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sejak Ahad (20/2) malam, perajin tahu dan tempe se-Bogor mogok produksi massal. Seiring dengan mogok produksi, pada Senin (21/2) pedagang pasar tidak mendapatkan pasokan tahu dan tempe untuk dijual di pasar.
Direktur Utama Perumda Pasar Tohaga Kabupaten Bogor, Haris Setiawan, melakukan peninjauan ke beberapa pasar rakyat di Kabupaten Bogor. Ia pun mendapat imbauan tertulis maupun lisan dari para perajin tahu dan tempe se-Jabodetabek selama sepekan belakangan. “Isinya berupa ajakan dan imbauan untuk tidak berdagang selama tiga hari yaitu tanggal 21, 22, dan 23 Februari 2022,” kata Haris, Senin (21/2).
Melihat kondisi pasar yang tak menjual tahu dan tempe, Haris pun membenarkan kabar tersebut. Salah satunya di Pasar Rakyat Cisarua. “Kenaikan harga kedelai membuat perajin dan pedagang melakukan mogok dagang karena berharap harga bisa turun sehingga mereka tidak harus menaikan harga jual,” imbuhnya.
Terpisah, Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Musodik, mengatakan sejak Ahad (20/2) malam hingga Senin (21/2) pagi, ia melihat tidak ada pengiriman tahu dari produsen se-Jabodetabek. Termasuk dari ratusan perajin tahu se-Bogor Raya. “Itu kami melakukan sweeping ke pasar-pasar sekitar Bogor. Kalau di Bogor relatif aman,” kata Sodik.
Ia mengatakan, para perajin tahu sudah memberikan imbauan dan edaran kepada para pedagang pasar terkait aksi mogok produksi massal ini. Bahkan pemberitahuan telah dilakukan sejak Rabu (16/2).
Sementara itu, lanjutnya, para supplier atau agen kedelai tidak diberikan edaran terkait aksi mogok produksi massal. “Tetapi secara otomatis mereka tahu dari langganan (produsen) masing-masing,” kata Sodik.
Salah seorang pedagang tempe dan tahu di Pasar Cibinong, Yaya (46 tahun), mengatakan selama tiga hari ke depan hingga Rabu (23/2) ia memastikan tidak mendapat pemasukan sama sekali. Sebab sejak beberapa hari lalu ia telah menerima edaran terkait mogok produksi tempe dan tahu pada pekan ini.
“Iya keseluruhan, tempe tahu. Saya jualnya tempe tahu, jadinya enggak ada pemasukan. Barengan mogok produksi dan mogok jualan. Karena pabrik enggak ada produksi, jadi konsumen (pedagang pasar) juga ikut mogok,” kata Yaya.
Meski harga kedelai di kalangan produsen meningkat, Yaya mengatakan, para produsen tidak menaikkan harga jual modal tahu dan tempe ke para pedagang pasar. Namun, ukuran tahu dan tempe yang dijual diperkecil.
Biasanya, Yaya menerima pesanan tahu dari tukang sayur keliling, tukang sayur mangkal, pedagang warteg, pedagang somay, dan katering. “Sekarang harus nunggu sampai Kamis (24/2) buat jualan lagi. Biasanya saya dagang dari sore ke malam,” ujarnya.
Meski bukan berlaku sebagai produsen, Yaya mengakui mengakui kesulitan menjual tahu dan tempe sejak harga kedelai naik. Ketika harga kedelai Rp 7.000 per kilogram, dalam sehari Yaya bisa menjual 25 hingga 30 bak tahu dan tempe.
“Sekarang jual 15 bak saja susah. Kalau lagi ramai ada Alhamdulillahh, kalau lagi sepi bisa cuma buat bayar pekerja,” tuturnya.
Sementara itu, pedagang tahu dan tempe di Pasar Rakyat Cisarua, Tarmono (45 tahun) berharap pemerintah bisa turun tangan dalam penanganan kenaikan bahan bahan pokok. Khususnya kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe.
“Harapannya sih semoga cepat normal seperti biasa, Rabu kami mulai jualan lagi tapi dengan penyediaan stok yang tidak banyak,” ujarnya.