REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BEKASI -- Perajin tempe di Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Yanto (37 tahun) terpaksa menaikkan harga tempe produksinya. Sebab, harga kedelai sebagai bahan baku tidak kunjung turun.
Keputusan itu diambil agar perputaran roda usahanya bisa terus berjalan. Jika tidak dinaikkan, dirinya terancam merugi hingga gulung tikar.
"Ya namanya jualan, jangan sampai rugi, kalau rugi buat apa jualan. Tapi memang kenaikan harga tempe tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada pertimbangannya," kata Yanto di Bekasi, Selasa (22/2/2022).
Dia mengatakan kenaikan bahan baku kedelai impor sebenarnya sudah terjadi sejak berbulan-bulan lalu. Harga satu papan tempe berukuran kecil yang semula Rp 2.000 terpaksa dinaikkan menjadi Rp 2.500.
"Terus ukuran sedang itu awalnya Rp 4.500, kami jual jadi Rp 5.000. Ada lagi ukuran di atasnya yang sekarang harganya Rp 6.000, tadinya Rp 5.500," katanya.
Ia mengatakan belum memutuskan apakah akan kembali menaikkan harga tempe apabila pemerintah tidak merespons keinginan para perajin tempe yang saat ini ditunjukkan dengan cara mogok produksi."Kalau naikkan harga harus dikasih tahu dulu pelanggannya, jangan tiba-tiba karena nanti mereka pada protes. Kalau tidak dinaikkan, paling kami kurangi ukurannya, tapi harga sama," katanya.
Dalam sehari, Yanto bisa memproduksi ribuan tempe dalam berbagai ukuran. Sedangkan bahan baku yang dikeluarkannya berkisar empat hingga lima kuintal.
"Produksi tempe di tempat saya didistribusikan ke Pasar Induk Cibitung. Sekarang lagi berhenti dulu sementara sampai aksi mogok berakhir," kata dia.