REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Proyek global untuk berbagi vaksin Covid-19, COVAX, mengalami kelebihan pasokan vaksin Covid-19 untuk pertama kali. Sebelumnya, program ini mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan negara-negara miskin akibatan keputusan negara kaya memborong dan menimbunnya.
Saat ini pasokan dan sumbangan meningkat. Namun negara-negara miskin menghadapi rintangan seperti kesenjangan dalam kekurangan pendingin, keraguan vaksin, dan kekurangan uang untuk mendukung jaringan distribusi.
Menurut sebuah dokumen yang diterbitkan pada pertengahan Februari, program vaksin global yang dijalankan oleh Gavi dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini memiliki 436 juta vaksin untuk dialokasikan ke negara-negara pada Januari. Namun, negara-negara berpenghasilan rendah hanya meminta 100 juta dosis untuk distribusi pada akhir Mei.
Rendahnya permintaan vaksin pada alokasi Januari sebagian dijelaskan oleh peningkatan pasokan baru-baru ini. COVAX telah menetapkan puluhan juta dosis untuk dikirim pada kuartal pertama dan mengirimkan dosis ke-miliar pada Januari.
Peristiwa itu, menurut Dokumen dari Grup Vaksin Independen COVAX, pertama kalinya dalam 14 putaran alokasi yang pasokannya melebihi permintaan. Juru bicara Gavi mengatakan COVAX sekarang berada dalam situasi dengan cukup pasokan untuk memenuhi permintaan.
Juru bicara itu menyatakan, peluncuran vaksin merupakan masalah di beberapa negara kurang berkembang. Vaksin yang tidak tersalurkan oleh COVAX di babak ini dapat dialokasikan lagi nanti.
"Kami hanya akan menutup kesenjangan ekuitas vaksin sekali dan untuk semua jika kami dapat membantu negara-negara meluncurkan vaksin dengan cepat dan dalam skala besar," katanya.