REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 1636, Sultan Banten mengutus sejumlah duta kepada Syarif Makkah Zaid bin Muhsin. Tujuannya agar penguasa Kota Suci itu dapat mengakui secara resmi dirinya, yakni Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir, sebagai raja Kesultanan Banten. Dalam rombongan yang bertolak ke Tanah Suci, terdapat Aria Wangsakara.
Para duta Banten itu berangkat dengan menumpangi sebuah kapal laut dari Pelabuhan Banten. Rute yang ditempuhnya ialah Selat Sunda, pesisir barat Pulau Sumatra, dan transit sejenak di Kolombo (Sri Lanka). Dengan menaiki kapal wakaf Sultan Mughal, Akbar I, mereka meneruskan perjalanan laut hingga berlabuh di Jeddah.Setelah menunggu beberapa saat, rombongan ini melalui perjalanan darat dengan karavan unta. Akhirnya, tibalah semua di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ali mengatakan, berdasarkan sumber-sumber sejarah, para utusan Banten itu menghadiahkan sejumlah komoditas hasil bumi kepada Syarif Makkah. Di antaranya ialah cengkeh, pala, cendana, kasturi, dan kayu gaharu. Mereka juga menghaturkan salam hormat sembari mencium kaki sang pemimpin Kota Suci. Tuan rumah pun menyambut para duta ini dengan begitu hangat.
Setelah penyampaian hadiah, rombongan juga memberikan surat Sultan Banten. Setelah surat itu diterima, Syarif Makkah meminta saran dari para wazirnya, apakah surat tersebut sebaiknya diteruskan kepada khalifah di Turki. Para penasihat itu berkata, surat itu agar disimpan saja.