REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI TAW – Junta Myanmar mendukung Rusia dalam keputusannya menyerang Ukraina. Mereka menilai langkah Moskow “dibenarkan” dalam perspektif mempertahankan kedaulatannya.
“(Rusia) melakukan apa yang dibenarkan untuk keberlanjutan kedaulatan negara mereka. Rusia menunjukkan posisinya kepada dunia sebagai (negara) kekuatan dunia,” kata juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun, Jumat (25/2/2022).
Rusia diketahui merupakan salah satu sekutu utama junta Myanmar. Moskow adalah pemasok senjata ke negara tersebut. Tahun lalu, pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing bertemu kepala eksportir senjata negara Rusia, Rosoboronexport, di Moskow. Mereka membahas potensi kerja sama militer.
Saat bertemu Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, Min Aung Hlaing mengatakan, militer Myanmar telah menjadi salah satu yang terkuat di kawasan Asia Tenggara. Hal itu tak terlepas dari bantuan serta kerja sama yang dijalin dengan Rusia.
Baru-baru ini, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengatakan Rusia, Cina, dan Serbia terus memasok persenjataan ke junta Myanmar. Senjata-senjata tersebut yang digunakan untuk menyerang massa demonstran penentang kudeta militer tahun lalu.
Dalam laporan yang dirilis pada Selasa (22/1/2022), Andrews menyoroti keterlibatan Rusia dan Cina sebagai dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB dalam memasok persenjataan ke junta Myanmar. “Meski ada bukti kejahatan kekejaman junta militer yang dilakukan dengan impunitas sejak meluncurkan kudeta tahun lalu, anggota Dewan Keamanan PBB, Rusia dan Cina, terus memberikan junta militer Myanmar dengan banyak jet tempur, kendaraan lapis baja, dan dalam kasus Rusia, janji senjata lebih lanjut,” kata Andrews dalam sebuah pernyataan.
Dalam periode yang sama, Serbia, kata Andrews, mengizinkan penjualan roket dan artileri ke militer Myanmar. “Sangat penting bahwa negara-negara anggota dan Dewan Keamanan bertindak segera untuk menghentikan penjualan senjata ke junta militer. Nyawa manusia, dan kredibilitas Dewan Keamanan, dipertaruhkan,” ucapnya.
Andrews mengharapkan adanya resolusi untuk merespons isu tersebut. “Dewan Keamanan (PBB) harus mempertimbangkan, setidaknya, sebuah resolusi untuk melarang senjata yang digunakan oleh militer Myanmar untuk membunuh orang yang tidak bersalah” ujarnya.