REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) memutuskan kenaikan harga elpiji 12 kg dan 5 kg menyusul kenaikan acuan CP Aramco. Kondisi ini membuka potensi untuk masyarakat beralih dari elpiji nonsubsidi ke elpiji subsidi.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menjelaskan di tengah pemulihan ekonomi saat ini kenaikan harga elpiji 12 kg dan 5 kg memicu masyarakat mencari elpiji yang lebih murah, dalam hal ini elpiji subsidi. "Sebagian dari masyarakat pengguna LPG non subsidi akan shifting ke gas melon, karena kenaikannya sangat signifikan," kata Faisal kepada Republika, Senin (28/2/2022).
Faisal menjelaskan, pemerintah perlu mengatisipasi kondisi ini. Apalagi, saat ini pemerintah tak kunjung penerapan penyaluran elpiji bersubsidi secara langsung. Maka, peralihan konsumsi sangat terbuka lebar.
"Pemerintah perlu mengantisipasi kelangkaan gas melon akibat peralihan ini dengan melakukan penertiban dari praktik penimbunan, seperti yg terjadi pada minyak goreng subsidi," ujar Faisal.
Tak hanya mendorong peralihan, kenaikan elpiji nonsubsidi ini juga memukul kelompok UMKM dan industri rumahan. Tak hanya itu, inflasi juga akan terkerek cukup signifikan.
"Berdampak cukup signifikan terhadap inflasi. Tetapi ini akan berdampak langsung kepada UMKM yang mana juga sekaligus akan mengerek harga jual di masyarakat. Seperti efek kenaikan BBM biasanya hampir selalu diikuti dengan kenaikan harga sembako," ujar Faisal.