Rabu 02 Mar 2022 06:32 WIB

Parasetamol tak Dianjurkan Diminum Sebelum atau Segera Setelah Vaksinasi

Ada sejumlah obat yang tidak berpengaruh, bahkan juga tidak dianjurkan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Parasetamol tidak dianjurkan untuk diminum sebelum atau setelah segera vaksinasi. (ilustrasi)
Foto: EPA
Parasetamol tidak dianjurkan untuk diminum sebelum atau setelah segera vaksinasi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti yang dipimpin oleh Fakultas Kedokteran dan Kesehatan University of Sydney melakukan tinjauan klinis terkait hubungan antara pengaruh obat-obatan dengan respons imun terhadap Covid-19. Hasilnya, ada sejumlah obat yang tidak berpengaruh, bahkan juga tidak dianjurkan.

Penulis utama penelitian, Christina Abdel-Shaheed, mengatakan awalnya tertarik untuk mempelajari kemungkinan dampak parasetamol (asetaminofen) selama pandemi. Hal ini mengingat banyak orang yang menyiapkan stok obat pada bulan-bulan pertama Covid-19.

Baca Juga

“Kami memutuskan untuk mempelajari obat penghilang rasa sakit dan obat demam secara umum dan kagum dengan apa yang kami temukan,” katanya, seperti dilansir di laman News Wise, Rabu (2/3/2022).

Dalam 14 tahun mempelajari rasa sakit, ini adalah penelitian terpenting yang pernah dia ikuti. Temuannya dipublikasikan di jurnal terkemuka, British Journal of Clinical Pharmacology.

Dr Christina Abdel-Shaheed dari Sydney Musculoskeletal Health, menyoroti perlunya uji klinis yang ketat. Tinjauan menunjukkan beberapa obat nyeri dan demam yang umum dapat bekerja dengan sistem kekebalan untuk melawan infeksi. 

“Sedangkan yang lain bekerja melawannya dan meningkatkan risiko tertular atau merespons penyakit menular dengan buruk,” kata Abdel-Shaheed.

Mengonsumsi parasetamol atau ibuprofen sebelum atau segera setelah vaksinasi, misalnya tidak dianjurkan, karena ini dapat mengurangi respons imun yang diinginkan tubuh terhadap vaksin. Untuk cacar air, penggunaan ibuprofen tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko infeksi kulit bakteri sekunder.

Spesialis penyakit menular di Westmead Hospital dan peneliti di Sydney Institute for Infectious Diseases, dr Justin Beardsley, mengatakan temuan penting dari tinjauan ini adalah bahwa morfin, menjadi salah satu analgesik opioid yang paling umum digunakan dalam pasca-operasi dan perawatan kritis. Itu menekan sel-sel kekebalan bawaan utama, sehingga meningkatkan risiko infeksi. 

“Itu terutama terjadi pada pasien kanker, yang sudah rentan terhadap Covid-19,” kata dia.

Upaya diperlukan untuk mencapai analgesia yang memadai sambil menghindari penekanan kekebalan pada periode segera pascaoperasi yang disebabkan oleh opioid seperti morfin. Itu ditujukan untuk orang yang menjalani operasi kanker maupun untuk orang yang mengalami gangguan kekebalan pada umumnya, meburut dr Beardsley, yang juga bekerja dengan Lembaga Penelitian Medis Westmead.

Profesor Andrew McLachlan mengatakan, sisi positifnya, temuan ini memberikan wawasan baru untuk penelitian lebih lanjut guna mengevaluasi obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan hasil bagi orang yang menjalani pengobatan untuk penyakit menular.

Baca juga : Penyebab Pasien Covid-19 Mengalami Covid Tongue

Dengan kebutuhan mendesak untuk pengobatan baru untuk Covid-19 dan penurunan kemanjuran beberapa agen antimikroba karena resistensi, sekarang dibutuhkan obat-obatan yang dapat mempertahankan atau meningkatkan kemanjuran perawatan obat antiinfeksi.

“Hasil tinjauan ini menunjukkan bahwa obat-obatan yang biasa digunakan untuk nyeri dan demam harus dieksplorasi lebih lanjut sebagai pengobatan tambahan yang murah dan efektif yang mempengaruhi jalur kekebalan dan peradangan untuk orang yang menjalani pengobatan untuk infeksi,” kata Profesor McLachlan, Kepala Sekolah dan Dekan Farmasi di University of Sydney.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement