Kamis 03 Mar 2022 00:05 WIB

Jerman Tuduh Rusia Berbohong di Dewan HAM PBB

Menlu Jerman menuduh Menlu Rusia terang-terangan berbohong di Dewan HAM PBB

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menuduh Menteri Luar Negeri Rusia Sergie Lavrov
Foto: AP/Ronny Hartmann/POOL AFP
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menuduh Menteri Luar Negeri Rusia Sergie Lavrov

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menuduh Menteri Luar Negeri Rusia Sergie Lavrov "terang-terangan berbohong" di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Sebab Lavrov mengatakan invasi ke Ukraina merupakan aksi mempertahankan diri melindungi pengguna bahasa Rusia di Ukraina dan mengirimkan pasukan "penjaga perdamaian."

Faktanya, kata Baerbock, masyarakat dunia melihat Rusia membangun pasukan di perbatasan Ukraina selama berbulan-bulan. "(Pasukan Rusia) membom ruma-rumah pengguna bahasa Rusia di Ukraina di Kharkiv (kota terbesar kedua di Ukraina)," kata Baerbock di Majelis Umum PBB, Selasa (1/3/2022).

Baca Juga

"Pak Lavrov, anda bisa menipu diri anda sendiri, tapi anda tidak bisa menipu rakyat anda," tambah Baerbock yang terbang ke New York untuk menghadiri Majelis Umum darurat PBB pertama setelah puluhan tahun.

Baerbock mengatakan yang dipertaruhkan dalam perang Rusia di Ukraina adalah "nyawa rakyat Ukraina," keamanan Eropa dan Piagam PBB yang menyerukan konflik diselesaikan dengan damai dan kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara anggota PBB dijaga. Jerman merupakan perekonomian terbesar di Eropa.

Namun Rusia masih memiliki pendukung di Majelis Umum PBB. Seperti Duta Besar Korea Utara (Korut) Kim Song yang menuduh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat sebagai pemicu krisis Ukraina.

"(Mereka) yang menentang permintaan masuk akal dan adil Rusia atas jaminan hukum pada keamanannya, telah dengan sistematis merusak keamanan lingkungan Eropa dengan menjadi semakin terang-terangan mengerahkan sistem persenjataan serang mereka sementara NATO terus menggelar ekspansi ke timur," kata Kim Song.

Sementara Duta Besar Kuba Pedro Luis Cuesta menyalahkan tekad Amerika Serikat (AS) untuk mempertahankan perluasan NATO ke perbatasan Rusia. Serta mengirimkan persenjataan modern ke Ukraina, mengabaikan kekhawatiran Rusia pada keamanannya sendiri.

Cuesta mengatakan rancangan resolusi PBB untuk meminta Rusia menarik mundur pasukan dari Ukraina tidak seimbangan dan tidak mengatasi kekhawatiran kedua belah pihak. (Atau) meminta pertanggung jawaban yang mengambil langkah agresif yang memicu eskalasi konflik ini," kata Cuesta.

Pada pekan lalu AS dan negara-negara yang mengkritik invasi Rusia mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan PBB untuk meminta Rusia segera menghentikan penggunaan kekuatan ke Ukraina dan menarik pasukannya. Rusia memveto resolusi tersebut.

Perbandingan suara resolusi itu 11-1, Cina, India dan Uni Emirat Arab abstain, sehingga terlihat Rusia tidak benar-benar terisolasi. Oposisi Rusia kemudian beranjak ke Majelis Umum PBB dengan resolusi serupa dengan tambahan kecaman pada "keputusan Federasi Rusia meningkatkan kesiagaan pasukan nuklirnya."

"Sebagai negara kecil kami melihat dengan jelas ancaman perang dan disrupsi kehidupan rakyat," kata Duta Besar Jamaika untuk PBB Brian Wallace.

"Dalam kata-kata abadi dan penuh inspirasi (penyanyi legendaris reggae Bob Marley) mari 'let us get up, stand up, stand up for the rights' semua rakyat Ukraina, karena kita semua adalah Ukraina," katanya.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement