Jumat 04 Mar 2022 17:10 WIB

Konflik Rusia-Ukraina Memanas, Dolar AS dan Rupiah Tetap Menguat

Konflik Rusia-Ukraina mengerek harga komoditas dan menguatkan dolar AS.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Uang dolar AS. Penguatan dolar AS masih dipengaruhi konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Foto: AP Photo/Elise Amendola, File
Uang dolar AS. Penguatan dolar AS masih dipengaruhi konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks dolar Amerika Serikat masih terus menguat pada Jumat (4/3/2022). Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan, penguatan dolar AS tersebut masih dipengaruhi konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

"Selera risiko investor turun setelah Rusia menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina, yang terbesar dari jenisnya di Eropa dan perkembangan terbaru dalam invasi Rusia dari Ukraina," kata Ibrahim kepada wartawan, Jumat (4/3/2022).

Baca Juga

Ini mengakibatkan harga komoditas lebih tinggi sehingga terus menyeret ekspektasi pertumbuhan ekonomi Eropa. Ini mengakibatkan dolar AS terus menguat terhadap mata uang lainnya dalam perdagangan hari ini.

Perkembangan di Ukraina yang dikepung Rusia juga berpengaruh pada lonjakan harga energi dan gas. Ibrahim mengatakan ini merusak rebound konsumsi industri dan swasta yang telah diperkirakan setelah pelonggaran pembatasan Covid-19.

"Ini juga kemungkinan akan memperlambat normalisasi kebijakan Bank Sentral Eropa," kata Ibrahim.

Pada pertemuan ECB minggu depan, petunjuk kenaikan suku bunga tidak diragukan lagi. Di seberang Atlantik, The Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak Covid-19, Fed akan menjatuhkan keputusan kebijakannya pada 15 Maret.

Gubernur Fed Jerome Powell menegaskan kembali di hari kedua kesaksiannya di hadapan Kongres bahwa ia akan mendukung kenaikan suku bunga seperempat poin persentase awal. Di dalam negeri, konflik Rusia-Ukraina juga mengakibatkan aliran modal asing yang masuk ke pasar modal terus mengalami peningkatan.

Ini terjadi akibat kepanikan pasar akan keberlanjutan konflik di Ukraina serta sanksi-sanksi ekonomi yang diterapkan oleh AS, Uni Eropa dan Inggris terhadap Rusia dan Belarusia. Dalam beberapa pekan terakhir investor asing tak henti-hentinya melakukan aksi beli bersih.

"Padahal sentimen secara global sedang memburuk akibat perang Rusia - Ukraina," katanya.

Aliran modal tersebut membuat rupiah mampu bertahan dari tekanan, bahkan tren penguatan bertahan dalam minggu ini. Selain aliran modal asing, data dari dalam negeri juga cukup bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa lalu mengumumkan di bulan Februari justru terjadi deflasi secara bulanan.

BPS melaporkan terjadi deflasi atau penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,02 persen pada bulan lalu dibandingkan Januari 2022 (mtm). Ini adalah deflasi pertama sejak September 2021.

Sementara dibandingkan Februari 2021 (yoy), terjadi inflasi 2,06 persen, turun dari bulan sebelumnya 2,18 persen. Kemudian inflasi inti sebesar 2,03 persen (yoy) naik dari bulan sebelumnya 1,84 persen.

"Kenaikan inflasi inti tersebut menjadi kabar bagus sebab menunjukkan kenaikan harga item yang tidak volatil, sehingga ada indikasi daya beli masyarakat meningkat," katanya.

Ibrahim menambahkan, harga komoditas yang meroket juga mendukung penguatan rupiah. Harga batu bara kemarin ambrol nyaris 20 persen ke 358,45 dolar AS per ton, tetapi sehari sebelumnya meroket lebih dari 46 persen ke 446 dolar AS per ton yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.

Selain itu ada juga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang bisa menjadi substitusi minyak mentah dalam bentuk bio diesel, yang menembus RM 8.000 per ton pada Rabu lalu. Kenaikan komoditas ekspor andalan tersebut bisa membuat neraca perdagangan Indonesia terus mencetak surplus.

"Jika demikian, transaksi berjalan juga bisa mempertahankan surplusnya, hal ini menjadi sentimen positif bagi rupiah," katanya.

Dalam perdagangan sore ini, Rupiah ditutup menguat tujuh poin walaupun sebelumnya sempat menguat 15 point dilevel Rp 14.386 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.394. Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, Ibrahim memproyeksi mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup menguat direntang Rp 14.360- Rp 14.410 per dolar AS.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement