REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM, Anisyah, S.Si., Apt., MP., menyebutkan, tak semua pangan beredar wajib dan ada pula yang bahkan dilarang dicantumkan informasi nilai gizi (ING). Pangan yang yang beredar tanpa perlu mencantumkan ING seperti kopi bubuk, kopi instan, kopi celup, kopi dekafein, biji kopi, teh bubuk, air minum dalam kemasan, air soda, herbal. rempah, bumbu, kondimen, cuka, makan dan ragi.
"Produk apapun yang akan beredar, berlabel dan terkemas wajib mencantumkan informasi nilai gizi dalam bentuk tabel. Dikecualikan untuk produk tertentu," ujar dia dalam sebuah webinar kesehatan, Senin (7/3/2022).
Sementara yang dilarang dicantumkan informasi nilai gizi, yakni minuman beralkohol, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan misleading di masyarakat. "Jadi misleading nanti," tutur Anisyah.
Kewajiban pencantuman informasi nilai gizi pada pangan salah satunya merujuk pada peraturan Badan POM No. 26 tentang Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan Olahan. Pasal 2 menyebutkan pelaku usaha yang memproduksi dan atau mengedarkan pangan olahan wajib mencantumkan informasi nilai gizi pada label pangan beredar.
Informasi ini disajikan dalam bentuk tabel yang memuat setidaknya lima hal, antara lain takaran saji, yakni terkait jumlah pangan yang wajar dikonsumsi dalam satu kali makan dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi jumlah kalori dan seluruh informasi zat gizi yang disajikan dalam ING.
Sebagai contoh produk A mencantumkan takaran saji 20 gram dengan aturan sajian per kemasan sebanyak 5. Ini artinya, jika Anda mengonsumsi seluruh isi kemasan maka akan memperoleh kalori 500 kkal yang didapatkan dari perhitungan kalori 100 dikali lima.
Hal lainnya yakni zat gizi wajib seperti energi total yakni menunjukkan seberapa banyak energi yang Anda peroleh dari produk pangan. Masih merujuk kemasan produk A dengan keterangan energi total 100 kkal dan energi dari lemak 30 kkal.
Kalori per 20 gram yakni 100 kkal (30 kkal diperoleh dari lemak), sementara kalori per kemasan yakni 500 kkal (150 kkal dari lemak). Artinya, dengan mengonsumsi 1 kemasan makanan itu, Anda memenuhi 500 kkal dari 2150 kkal kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, ada pula informasi mengenai zat gizi yang terkandung dalam produk pangan olahan. Informasi ini dibagi dalam dua grup yakni zat gizi yang bila dikonsumsi berlebihan bisa menimbulkan risiko penyakit tidak menular, salah satunya obesitas.
"Isinya ada gula, garam, lemak. Sudah ada aturannya sehari boleh makan gula 4 sendok makan, garam 1 sendok teh, lemak 5 sendok makan. Kita bsa cermati garam gula dan lemaknya," tutur Anisyah.
Bila misalnya untuk lemak tercantum angka 5 persen berarti menyumbang sejumlah itu dari angka kecukupan gizi per hari. Kemudian, apabila Anda mengonsumsi keseluruh isi kemasan, maka total lemak dikali lima, yakni 25 persen.
Selain itu, informasi zat gizi juga memuat tentang kandungan vitamin, kalsium, zat besi atau nutrisi lain yang terkandung di dalam produk pangan. Ada juga persentase angka kecukupan gizi (AKG) yang merupakan jumlah zat gizi per saji dibandingkan dengan acuan label gizi dikali 100 persen.
Terakhir, catatan kaki yakni menerangkan persentase AKG yang ditunjukkan dalam informasi nilai gizi dihitung berdasarkan kebutuhan energi 2150 kkal untuk kelompok umum. "Ini menjadi media kita untuk screening makan yang seperti apa," kata Anisyah.
Untuk memudahkan konsumen membaca informasi nilai gizi, selain dalam bentuk tabel, Badan POM juga mengeluarkan panduan pencatuman informasi nilai gizi pada bagian utama kemasan. Informasi diatur harus dalam warna monokrom.
Ada pula logo Pilihan Lebih Sehat dibandingkan produk sejenis. Pencantuman logo ini harus memenuhi kriteria profil gizi. Saat ini, terdapat 20 jenis pangan olahan yang telah ditetapkan dalam profil gizi.
"Bertahap akan kami tambahkan lagi. Misalnya produk minuman ready to drink, itu harus ada ketentuannya saat mencantumkan logo Pilihan Lebih Sehat apa yang harus dipenuhi, misalkan gulanya maksimum 6 gram per 100 ml," ujar Anisyah yang berharap ini menjadi upaya agar pelaku usaha memproduksi pangan sehat.