REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat Rusia mulai menginvasi ke Ukraina, perang terus berlanjut sampai sekarang. Banyak perusahaan digital, seperti Meta, Google, dan Apple yang selalu membingkai diri mereka sebagai pihak yang netral, kini ikut berkecimpung dalam ranah politik. Sebagai tanggapan invasi, mereka melarang dan membatasi produk di Rusia.
Di sisi lain, internet mengubah wajahnya untuk pengguna Rusia. Jejaring sosial Twitter dan Facebook diblokir. TikTok tidak mengizinkan pengguna Rusia untuk memposting konten. Ini memicu pertanyaan, apakah konflik Rusia-Ukraina tidak hanya mengubah geografi dunia tetapi juga sifat internet secara global?
Haruskah internet terputus di Rusia?
Dikutip BBC, Kamis (10/3/2022), pemerintah Ukraina telah meminta perusahaan teknologi untuk melarang layanan mereka di Rusia. Akibatnya, daftar perusahaan teknologi yang membatasi atau menolak bisnis untuk menjual produk di sana kian bertambah.
Permintaan itu meluas dengan pemimpin yang paham teknologi di Ukraina menyerukan sesuatu yang lebih besar. Yakni, pemutusan internet global di Rusia. Namun, keinginan tersebut ditolak secara tegas oleh Perusahaan Internet untuk Nama dan Nomor yang Ditugaskan (ICANN) yang bertangung jawab atas tata kelola internet.
Dengan slogannya “Satu dunia, satu internet,” Kepala Eksekutif ICANN Goran Marby mengatakan kepada Wakil Perdana Menteri Ukraina Mykhailo Fedorov, pihaknya bertugas untuk menjaga netralitas dan mendukung internet global. Salah satu organisasi yang mendukung keputusan ICANN adalah grup privasi digital Electronic Frontier Foundation (EFF).
Dalam sebuah pernyataan, Corynne McSherry dan Konstantinos Komaitis dari EFF mengatakan perang bukanlah waktu untuk bermain-main dengan internet. Mengganggu protokol infrastruktur internet mendasar akan memiliki konsekuensi berbahaya.
Sebuah perusahaan infrastruktur web yang menawarkan perlindungan terhadap serangan siber bernama Cloudflare juga telah diminta Ukraina untuk menghentikan layanannya di dalam Rusia. Dalam sebuah blog, perusahaan itu mengatakan telah mempertimbangkan permintaan, tetapi menyimpulkan Rusia membutuhkan lebih banyak akses internet.
Apa itu Splinternet dan bagaimana cara kerjanya?
Bagi banyak orang, seruan untuk pemutusan internet adalah hal berbahaya yang menuju Splinternet, yaitu berbagai negara memiliki versi internet yang berbeda. Contoh paling jelas yang saat ini adalah China yang bisa membuat wajah internet sendiri.
Rusia telah bereksperimen dengan internet berdaulat yang dijuluki dengan Runet selama beberapa tahun. Pada tahun 2019, pemerintah Rusia mengatakan telah berhasil menguji sistem. Kala itu, hanya sedikit yang memahami kebutuhannya. Kondisi tersebut berbeda dengan sekarang saat invasi Ukraina dimulai.
Dalam pengujian itu, penyedia jasa internet (ISP) Rusia diminta untuk secara efektif mengkonfigurasi internet di dalam perbatasan mereka. Seolah-olah itu adalah intranet raksasa, sebuah jaringan pribadi situs web yang tidak berbicara dengan dunia luar.
Inisiatif tersebut melibatkan pembatasan titik-titik di mana jaringan versi Rusia terhubung ke jaringan globalnya. Sekarang tampaknya Rusia sedang menguji ulang sistem tersebut. Dalam sebuah surat peringatan dari pemerintah Rusia, ISP diminta untuk meningkatkan keamanan mereka dan terhubung ke server sistem nama domain (DNS) di Rusia.
Baca juga : Ukraina: Rusia Sedang Bersiap Rebut Ibu Kota Kiev
Beberapa orang mengira surat tersebut dan tanggal penyelesaian tes pada 11 Maret yang berarti Rusia bermaksud untuk menghentikan diri dalam waktu dekat. “Ini lebih tentang Rusia yang meminta ISP untuk bersiap-siap, membuat salinan lokal DNS, buku telepon internet, dan memiliki versi lokal perangkat lunak pihak ketiga yang berasal dari server di luar Rusia, seperti Javascript,” kata Ilmuwan Komputer University of Surrey Prof Alan Woodward.
Sejak itu, Rusia membantah akan memutuskan hubungan dan mengklaim pengujian itu tentang melindungi situs-situs Rusia dari serangan siber asing.