Senin 14 Mar 2022 16:19 WIB

Laut Panjang Lampung Menghitam Dicemari Lima Ton Crude Oil

Belum diketahui dari mana sumber minyak mentah yang mencemari Laut Panjang Lampung.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Bibir pantai Laut Panjang di Kota Bandar Lampung tercemar limbah seperti oli dan minyak (ilustrasi)
Foto: Walhi Lampung
Bibir pantai Laut Panjang di Kota Bandar Lampung tercemar limbah seperti oli dan minyak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, menghitamnya pesisir Laut Panjang di Kota Bandar Lampung diakibatkan oleh tumpahan crude oil atau minyak mentah sebanyak lima ton. Tapi, sumber minyak mentah ini masih belum diketahui. 

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut KLHK, Dasrul Chaniago mengatakan, tumpahan minyak mentah di pesisir pantai di Kampung Rawa Laut, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung itu sudah dibersihkan oleh tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung dalam beberapa hari terakhir. 

Baca Juga

"Tadi informasi yang saya terima, terkumpul sebanyak lima ton," kata Dasrul kepada Republika.co.id, Ahad (13/3). Kendati demikian, Dasrul belum bisa memastikan apakah pesisir pantai itu sudah steril setelah lima ton minyak itu dibersihkan. Dia akan mengirim tim dari Jakarta untuk mengecek langsung kondisi pantai itu Senin (14/3) ini.

Dasrul mengatakan, limbah minyak mentah jelas sangat membahayakan lingkungan. Keberadaan minyak itu merusak habitat ikan sehingga jumlah ikan bisa berkurang dan akhirnya membuat tangkapan nelayan sekitar berkurang. 

"Sudah jelas crude oil itu pasti membahayakan lingkungan," ujarnya menegaskan. Namun demikian, imbuh dia, keberadaan minyak itu tak membahayakan masyarakat karena air laut memang tak dikonsumsi. 

Dasrul mengatakan, lima ton minyak mentah yang terkumpul itu kini ditangani oleh DLH Provinsi Lampung. DLH Lampung juga mengirimkan sampel minyak mentah itu ke laboratorium KLHK di Jakarta untuk mengetahui asal usul minyak tersebut. 

Petugas laboratorium selanjutnya akan menganalisa atau melakukan enviromental forensic terhadap sampel tersebut. "Pengujian laboratorium untuk mengetahui 'sidik jari' minyak mentah ini butuh waktu dua pekan," ucapnya. 

Dasrul menjelaskan, enviromental forensic dilakukan karena setiap minyak mentah dari sebuah kilang mengandung bahan kimia berbeda dengan minyak mentah dari kilang lainnya. Hal ini serupa dengan manusia yang memiliki sidik jari berbeda satu sama lainnya. Jika 'sidik jari' minyak mentah di Lampung itu sudah didapatkan, maka tinggal dicocokkan dengan data 'sidik jari' minyak mentah yang tersedia. 

Tapi, kata Dasrul, pelacakan sumber tumpahan minyak mentah ini tak akan mudah. Sebab, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Industri Minyak dan Gas Bumi atau biasa disebut Lemigas hanya memiliki data minyak mentah kilang dalam negeri. 

"Kalau (minyak mentah itu) bukan dari sumber tetap dalam negeri, kita kan tidak bisa menyandingkan sidik jarinya," kata Dasrul. Dia menambahkan, pelacakan sumber ini akan semakin sulit jika minyak mentah itu berasal dari sumber bergerak alias kapal tengker yang melaju di laut lepas. 

"Kesulitan mencari ini (sumber tumpahan minyak) juga terjadi dalam dua kasus sebelumnya," kata Dasrul. Dua kasus yang dimaksudkan Dasrul adalah peristiwa pencemaran karena tumpahan minyak mentah di laut sekitar Lampung pada 2020 dan 2021. 

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah Lampung melaporkan Laut Panjang di Kota Bandar Lampung tercemar limbah seperti oli atau minyak dan berbau seperti minyak solar. Pencemaran ini membuat bibir pantai menghitam. Pencemaran tersebut terjadi sejak 4 Maret 2022. 

Walhi Lampung mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas asal minyak itu dan menghukum pelakunya. "Ini kejadian yang terjadi dengan siklus terulang setiap tahun selama 3 tahun ini. Pemerintah harus tegas dan harus berpihak kepada masyarakat dan lingkungan hidup," kata Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, Selasa (8/3).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement