Ahad 20 Mar 2022 17:49 WIB

Dmitry Medvedev: Sanksi tidak akan Runtuhkan Ekonomi Rusia

Rusia menghadapi sanksi ekonomi berlapis menyusul aksi militernya di Ukraina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Pemandangan kedai kopi Starbucks di Moskow, Rusia, 09 Maret 2022. Akibat sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap Rusia, sejumlah perusahaan seperti McDonalds, Coca-Cola, PepsiCo, Starbucks, Louis Vuitton, Chanel, Prada , Gucci, Apple, Master Card Visa, dan lainnya, telah mengumumkan penangguhan atau pembatasan bisnis mereka di Rusia. Pasukan Rusia memasuki Ukraina pada 24 Februari 2022, yang memicu serangkaian sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia. EPA-EFE/MAXIM SHIPENKOV
Foto: EPA-EFE/MAXIM SHIPENKOV
Pemandangan kedai kopi Starbucks di Moskow, Rusia, 09 Maret 2022. Akibat sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap Rusia, sejumlah perusahaan seperti McDonalds, Coca-Cola, PepsiCo, Starbucks, Louis Vuitton, Chanel, Prada , Gucci, Apple, Master Card Visa, dan lainnya, telah mengumumkan penangguhan atau pembatasan bisnis mereka di Rusia. Pasukan Rusia memasuki Ukraina pada 24 Februari 2022, yang memicu serangkaian sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia. EPA-EFE/MAXIM SHIPENKOV

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengungkapkan, perekonomian negaranya tidak akan pernah runtuh akibat sanksi. Saat ini Moskow diketahui menghadapi sanksi ekonomi berlapis dari Barat menyusul aksi militernya di Ukraina.

“Kami memiliki semua kemungkinan untuk pengembangan sendiri. Sanksi sebelumnya telah banyak membantu kami, memaksa kami untuk mengembangkan substitusi impor di semua sektor, termasuk di bidang sains, untuk mengembangkan teknologi, produk, dan obat-obatan baru," kata Medvedev lewat saluran Telegram pribadinya pada Sabtu (19/3/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Dia mengungkapkan, saat ini pemerintah Rusia telah mengambil langkah untuk mendukung masyarakat dan perekonomian. Tunjangan sosial, pembiayaan ekstra sektor teknologi tinggi, pertanian, dan perbankan adalah beberapa tindakan yang diterapkan Kremlin. “Tidak akan ada keruntuhan ekonomi,” ujar mantan presiden Rusia tersebut menegaskan.

Ia menjelaskan, Rusia memiliki banyak mitra yang dapat diandalkan, misalnya China dan negara-negara Asia Tenggara serta Afrika. “Ini adalah pasar yang besar dan menjanjikan, yang tidak begitu bertentangan dengan pasar Eropa. Hasil dari kemitraan dan kerja sama ini cukup nyata,” ucapnya.

Awal bulan ini, Amerika Serikat (AS) memberlakukan larangan impor minyak dan gas dari Rusia. Setelah itu, Washington juga melarang komoditas makanan laut, minuman beralkohol, dan berlian Rusia ke pasar mereka. Perusahaan Amerika lainnya seperti McDonald, Starbucks, Coca-Cola, dan Pepsi juga telah menangguhkan bisnisnya di Rusia. 

Washington bersama Uni Eropa dan Inggris juga telah mengeluarkan Rusia dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT. Ia merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia. SWIFT memungkinkan bank untuk memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan serta investasi. Dikeluarkannya Rusia dari SWIFT dianggap sebagai hukuman ekonomi terberat. Karena dengan sanksi itu, Moskow menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dibandingkan sebelumnya.

Sejumlah negara sekutu lain juga telah menerapkan larangan ekspor-impor ke dan dari Rusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement