REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bareskrim Mabes Polri mulai melakukan penyelidikan kasus ujaran kebencian dan penistaan agama yang dilakukan oleh Pendeta Saifudin Ibrahim (SI). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan, proses penyelidikan sementara ini sudah melakukan pemeriksaan, dan permintaan keterangan awal kepada para ahli terkait dugaan pidana yang juga bermuatan kebencian terhadap SARA tersebut.
Ramadhan mengatakan, penyelidikan kasus tersebut, kini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana (Dir Tipid) Siber Bareskrim Mabes Polri, berdasarkan pelaporan masyarakat, bernomor LP/B/0133/3/2022/SPKT bertanggal 18 Maret 2022. Dari pelaporan tersebut, proses penyelidikan, kata Ramadhan, tim Dit Siber Polri, pada Jumat (18/3), sudah melakukan serangkaian pemeriksaan awal terhadap beberapa ahli.
Ahli yang dimintakan keterangan, di antaranya, kata Ramadhan, adalah pakar bahasa, pakar sosiologi hukum, ahli keagamaan Islam, dan pendapat para pakar pidana. Selain itu, kata Ramadhan, tim penyelidikan, juga melacak keberadaan Saifudin Ibrahim. Menurut Ramadhan, dari hasil pelacakan tersebut, tim penyelidikan mendapati keberadaan Saifudin Ibrahim berada di Amerika Serikat (AS).
Sebab itu, kata dia, tim Dit Siber Bareskrim Polri, melakukan kordinasi dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk memastikan keberadaan Saifudin Ibrahim di AS tersebut. Termasuk, kata Ramadhan, tim Mabes Polri juga meminta bantuan untuk melacak keberadaan Saifudin Ibrahim di AS, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI).
“Dari hasil kordinasi, dan permintaan bantuan tersebut, selanjutnya akan diketahui pasti keberadaan saudara SI untuk selanjutnya dilakukan proses penyelidikan,” ujar Ramadhan.
Penistaan agama yang dilakukan Pendeta Saifudin Ibrahim ini terjadi pekan lalu, ketika ia menyampaikan terbuka lewat kanal Youtube-nya, agar Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat suci dalam Alquran. Menurut pendeta asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, 300 ayat dalam kitab suci agama Islam itu, adalah menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Saifudin Ibrahim juga mengatakan, pondok pesantren, dan madrasah yang ada di Indonesia merupakan lembaga pendidikan pencetak terorisme dan radikalisme.
Pada Rabu (16/3), lewat kanal Youtube Kemenko Polhukam, Menteri Kordinator Polhukam Mahfud MD meminta agar Polri melakukan penegakan hukum terhadap Pendeta Saifudin Ibrahim. Selain meminta agar Polri melakukan penyelidikan, Mahfud MD, juga meminta agar konten-konten milik Pendeta Saifudin di media sosial dihapus secara permanen.
“Dan kalau bisa ditutup akunnya. Itu meresahkan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat,” sambung Mahfud MD.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi mengatakan Kominfo telah melakukan pemutusan terhadap sejumlah konten Saifusdin Ibrahim yang melanggar peraturan yang berlaku. Pemutusan akses didasarkan pada permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun patroli siber tim Kominfo.
"Saat ini ada 60 konten Syaifuddin Ibrahim lainnya, baik yang ditemukan di Youtube, Instagram, Facebook, dan Tiktok telah diajukan pemutusan akses kepada platform digital terkait," kata Dedy kepada Republika, Sabtu (19/3).