REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, mengatakan, sekitar 54 persen anggaran Pemilu 2024 digunakan untuk membayar honor badan ad hoc. KPU berencana menaikkan honor petugas ad hoc dibandingkan pemilihan sebelumnya.
"Petugas kita itu ada jutaan. Kalau itu dinaikkan, maka konstruksi anggaran 54 persen untuk honor penyelenggara," ujar Ilham kepada wartawan, Selasa (22/3).
KPU merekrut penyelenggara ad hoc, mulai dari tingkat kecamatan, desa/kelurahan, sampai petugas di tempat pemungutan suara (TPS). KPU juga akan merekrut panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP) dan penyelenggara ad hoc untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
Pada Pemilu 2019, jumlah anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) mencapai 36 ribu orang dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) sebanyak 250 ribu orang dengan masa kerja sekitar tiga bulan. Sementara, jumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) lebih dari 7,3 juta orang dengan masa kerja sekitar satu bulan.
Setiap TPS, KPU membutuhkan tujuh anggota KPPS, ditambah dua orang lagi dari Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas). KPU mengajukan usulan honor KPPS pada Pemilu 2024 sebesar Rp 1 juta per orang setiap bulan.
Besaran honor tersebut sebenarnya menurun dari usulan sebelumnya Rp 2,5 juta, dari pengajuan anggaran pemilu Rp 86 triliun. Namun, usulan besaran honor KPPS meningkat dari pemilihan sebelumnya, yakni pada Pilkada 2020 Rp 850 ribu dan Pemilu 2019 Rp 550 ribu per bulan.
Menurut Ilham, KPU sudah menghitung anggaran pemilu secara detail dan terbuka dengan pemerintah dan DPR untuk rasionalisasi anggaran tersebut. Terakhir, KPU mengajukan usulan anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 76,65 triliun.
"Entah dalam perspektif lain, sarana-prasarana, tentu kami bisa melakukan rasionalisasi terhadap hal tersebut. Tapi tentu kami tidak bisa mengurangi lagi karena dalam perpsektif penyelenggara ini penting anggarannya," kata Ilham.