Rabu 23 Mar 2022 16:56 WIB

KPK Ajak Semua Pemangku Kepentingan di Sultra tak Korupsi

KPK menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan sendiri.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua KPK - Nawawi Pomolango
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK - Nawawi Pomolango

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak semua pemangku kepentingan di Sualwesi Tenggara (Sultra) agar tidak melakukan pidana rasuah. KPK menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan sendiri namun harus melibatkan seluruh stakeholder yang ada.

"Semua upaya pencegahan dilakukan dengan peran serta masyarakat. Artinya KPK tidak mungkin jalan sendiri memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara keroyokan. Kita harus bergandengan tangan untuk bersinergi," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam keterangan, Rabu (23/3/2022).

Baca Juga

Nawawi mengatakan, kolaborasi saling mendukung antara KPK, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, pemerintah daerah (pemda), pelaku usaha serta seluruh elemen masyarakat akan menciptakan pemberantasan korupsi yang berdampak nyata bagi negara. Nawawi mengakui bahwa KPK memiliki 1.500 pegawai namun memiliki mata di seluruh pelosok negeri. Dia menjelaskan, KPK juga melakukan kajian dan menyampaikan rekomendasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya pencegahan korupsi.

"Selama ini, 98 persen hasil kajian dan rekomendasi KPK dilaksanakan pemerintah pusat dengan baik. Hal ini demi mencegah terjadinya korupsi," katanya.

Dia melanjutkan, salah satu kajian yang dibuat terkait program pemulihan ekonomi nasioanal (PEN). Dia menjelaskan, KPK menemukan ketidakjelasan prioritas berdasarkan kajian tersebut. Dia mengatakan, pemda tidak menyiapkan dokumen perencanaan yang memadai atas kegiatan yang dibiayai dari sumber pinjaman.

Nawawi melanjutkan, kedua yakni belum ada pengaturan terhadap pemanfaatan Sisa Hasil Tender (SHT). Dia mengagakan, hal itu memungkinkan pemanfaatan SHT diluar peruntukkan dalam dokumen Perjanjian Pemberian Pinjaman.

Ketiga, lemahnya pengawasan. Inspektorat lemah dalam memitigasi risiko korupsi. Nawawi berharap pemda juga menyusun roadmap dan rencana pengawasan program Percepatan Penurunan angka Stunting hingga target prevalensi Nasional 13 persen, mengingat prevalensi stunting pada 2018-2021 masih di atas 30 persen.

Terkait strategi penindakan KPK, diamenyampaikan, KPK terbatas pada dua subyek hukum saja yaitu Aparat Penegak Hukum (APH) dan Penyelenggara Negara (PN). Pihak lain di luar itu dapat menjadi subyek hukum KPK jika bersama-sama terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama APH dan PN.

"Saya sempat tanya Deputi Penindakan KPK, kenapa seolah KPK hanya nangkapi Bupati atau walikota saja? Ternyata karena laporan pengaduan masyarakat begitu tingginya akhir-akhir ini memang banyak terkait itu. Utamanya dalam kaitan pengadaan proyek-proyek strategis di suatu daerah," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement