REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tiga warga Muslim Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan terhadap otoritas imigrasi federal dengan tuduhan diskriminasi terhadap kepercayaannya. Gugatan ini dilayangkan karena hampir setiap kali mereka kembali ke AS dari luar negeri, mereka dihentikan dan ditanyai tentang agama mereka.
Tiga warga AS itu menyebut mereka selalu menjalani pemeriksaan sekunder oleh petugas perbatasan. Mereka selalu ditanyai apakah mereka Muslim, apakah mereka Sunni atau Syiah, masjid mana yang mereka hadiri, dan seberapa sering mereka sholat.
Gugatan yang diajukan oleh American Civil Liberties Union (ACLU) di pengadilan distrik di Los Angeles, mengklaim perlakuan mereka, berdasarkan Konstitusi, sama dengan diskriminasi agama. Hal ini dikatakan melanggar hak Amandemen Pertama untuk kebebasan beragama karena penganut agama lain tidak diperlakukan sama seperti Muslim.
“Sama seperti petugas perbatasan yang tidak boleh memilih orang Kristen Amerika untuk menanyakan apa denominasi mereka, gereja mana yang mereka hadiri, dan seberapa sering mereka berdoa. Memilih Muslim Amerika untuk pertanyaan serupa adalah inkonstitusional. Penggugat berhak atas keanggotaan penuh dan setara dalam masyarakat Amerika," kata gugatan itu dilansir dari Middle East Eye, Kamis (24/3/2022).
"Dengan menargetkan penggugat untuk pertanyaan agama hanya karena mereka Muslim, petugas perbatasan menstigmatisasi mereka karena menganut agama tertentu dan mengutuk agama mereka sebagai subjek kecurigaan dan ketidakpercayaan," tambahnya.
Sebelumnya Mahkamah Agung AS memutuskan Muslim yang ditempatkan dalam daftar larangan terbang juga dapat menuntut ganti rugi. Salah satu penggugat, Abdirahman Aden Kariye, yang adalah seorang imam di sebuah masjid di Bloomington, Minnesota mengatakan selalu merasa cemas setiap kali pulang dari luar negeri.
"Setiap kali saya melakukan perjalanan pulang ke Amerika Serikat, saya cemas. Saya terus-menerus khawatir tentang bagaimana saya akan diperlakukan," katanya.