REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Diperkirakan hingga Juli 2022 harga komoditas kedelai akan terus naik, dan berimplikasi pada ketersediaan tempe dan tahu di pasar. Oleh karena itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki terus tancap gas melaju mengembangkan perkebunan kacang koro berbasis koperasi di Indonesia.
Berdasarkan data yang dimilikinya, gejolak kebutuhan dan harga kacang kedelai diperkirakan bakal terus berlanjut. Terutama, bagi para perajin tempe dan tahu di Indonesia. Pasalnya, 95 persen kebutuhan kedelai nasional dipasok dari impor.
“Kita akan kembangkan Kacang Koro sebagai substitusi kedelai impor. Gerakan Koronisasi akan terus kita gaungkan,” ujarnya pada acara Festival Olahan Pangan Lokal Berbasis Kacang Koro, di Kota Bogor, Jumat (1/4).
Dia pun mengajak, para perajin tempe dan tahu untuk kreatif dengan tidak selalu mengandalkan bahan baku produksinya pada kedelai impor. Terlebih lagi, pasokan kedelai dari Amerika Serikat alami kendala karena cuaca di sana. Sehingga, harga kedelai terus merangkak naik.
Menurut Menteri Teten, kacang koro berpeluang untuk dikembangkan menjadi salah satu komoditas strategis penunjang ketahanan pangan Indonesia karena memiliki aneka kelebihan. Ditambah lagi, penanaman kedelai di Indonesia juga terbilang kurang produktif.
“Yaitu, mudah dibudidayakan secara monokultur maupun tumpang sari dan adaptif pada lahan kering. Sumedang menjadi pilot project pengembangan budidaya Kacang Koro yang dikembangkan bersama Koperasi Paramasera,” tuturnya.
Lebih dari itu, tingginya harga dan ketergantungan pada impor, patut menjadi momentum komitmen untuk mendorong dan mengembangkan bahan baku lokal non kedelai. Selain itu, Teten juga meyakini kacang koro bisa memenuhi berbagai kebutuhan pangan setelah diolah menjadi tepung dan sebagai salah satu sumber protein penting bagi pakan ternak.
Sehingga, dia berharap, partisipasi aktif dari pimpinan daerah dan stakeholder untuk mendukung pengembangan budidaya kacang koro, sangat dibutuhkan. Dalam hitungannya, jika konsumsi tempe dan tahu perorang adalah 7 kilogram pertahun, maka 273,5 juta penduduk Indonesia membutuhkan 1.914 juta ton pertahunnya. Dengan potensi 4 ton produksi Kacang Koro per hektare, maka setiap daerah perlu menyediakan lahan sekitar 1.000 hektar.
Di sini, koperasi dapat berperan sebagai konsolidator sekaligus agregator para perajin Kacang Koro. “Hilirisasi budidaya Kacang Koro menjadi tugas koperasi untuk menghubungkan anggota dengan para perajin tempe dan tahu yang tergabung dalam Koperasi Produsen Tempe dan Tahu (Kopti), Puskopti, dan Gakoptindo sebagai Induk Koperasi,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menegaskan pihaknya akan terus mempopulerkan pangan lokal berbahan baku kacang koro sebagai subtitusi kedelai impor. Namun, melihat keterbatasan lahan di Kota Bogor untuk menanam kacang koro maka Pemkot Bogor akan bermain di hilirisasi.
“Bogor akan fokus di hilirisasi. Di Bogor akan kita perkuat industri pangan olahan, packaging, hingga promosi,” pungkasnya.