Ahad 03 Apr 2022 19:02 WIB

Russia Masih Tutup Pintu untuk Pertemuan Putin dengan Zelensky

Pembicaraan damai Rusia Ukraina belum sampai di level pimpinan puncak.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Indira Rezkisari
Barikade anti-tank ditempatkan di jalan sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan Rusia, di Odesa, Ukraina, 24 Maret 2022.
Foto: AP Photo/Petros Giannakouris
Barikade anti-tank ditempatkan di jalan sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan Rusia, di Odesa, Ukraina, 24 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Rusia masih belum membuka kemungkinan menggelar pertemuan antara pemimpin mereka dengan pemimpin Ukraina. Moskow menilai, pembicaraan damai tidak cukup berkembang untuk mengarah ke sana.

“Draf perjanjian belum siap untuk diajukan ke pertemuan puncak. Saya ulangi lagi dan lagi; posisi Rusia di Krimea dan Donbas tetap tidak berubah,” kata kepala negosiator Rusia Vladimir Medinsky lewat akun Telegram, Ahad (3/4/2022).

Baca Juga

Sebelumnya negosiator Ukraina menyampaikan keterangan berbeda dari Medinsky. Menurut mereka, pembicaraan damai yang telah terjalin beberapa putaran sudah cukup berkembang untuk memungkinkan pemimpin kedua negara melakukan konsultasi atau dialog langsung.

"Tugas kami adalah untuk mempersiapkan tahap akhir, bukan dari dokumen itu sendiri, tetapi dari isu-isu yang kami sentuh, dan untuk mempersiapkan pertemuan presiden di masa depan," kata negosiator Ukraina David Arakhamia pada Sabtu (2/4/2022), dilaporkan kantor berita Interfax-Ukraina.

Arakhamia juga mengatakan, Rusia telah secara resmi menanggapi semua masalah, menerima posisi Ukraina, dengan pengecualian masalah Krimea. Menurut dia, nantinya Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan bertemu di Turki.

Ia mengungkapkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah berbicara dengan Rusia dan Ukraina. Arakhmia menyebut, Erdogan tampaknya menegaskan kesiapan Turki untuk mengatur pertemuan Putin dan Zelensky dalam waktu dekat. "Baik tanggal maupun tempatnya tidak diketahui, tetapi kami percaya bahwa tempat dengan tingkat probabilitas tinggi adalah Istanbul atau Ankara," ucapnya.

Pada Selasa (29/3/2022) lalu, delegasi Rusia dan Ukraina melanjutkan pembicaraan damai di Istanbul, Turki. Setelah pertemuan tersebut, Rusia berkomitmen mengurangi operasi militer di Ukraina guna menciptakan kondisi dialog. Sementara Ukraina, menyatakan siap menjadi negara non-blok dan non-nuklir asalkan memperoleh jaminan keamanan.

Negosiator Ukraina mengatakan, mereka telah mengusulkan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan aliansi atau pangkalan tuan rumah pasukan asing. Namun Ukraina menghendaki jaminan keamanan yang mirip dengan “Pasal 5” klausul pertahanan kolektif Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Ukraina mengidentifikasi Israel serta anggota NATO, yakni Kanada, Polandia, dan Turki sebagai negara yang dapat membantu memberikan jaminan tersebut. Usulan juga akan mencakup periode konsultasi 15 tahun tentang status Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014. Proposal hanya bisa berlaku jika terjadi gencatan senjata lengkap.

"Jika kami berhasil mengkonsolidasikan ketentuan-ketentuan utama ini, dan bagi kami ini adalah yang paling mendasar, maka Ukraina akan berada dalam posisi untuk benar-benar memperbaiki statusnya saat ini sebagai negara non-blok dan non-nuklir dalam bentuk netralitas permanen," kata negosiator Ukraina Oleksander Chaly kepada awak media di Istanbul.

Salah satu tuntutan Rusia kepada Ukraina diketahui adalah agar negara tersebut mengurungkan aspirasinya bergabung dengan NATO. Moskow menganggap, kian merangseknya NATO ke timur Eropa menimbulkan ancaman keamanan baginya, dilansir dari Reuters.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement