REPUBLIKA.CO.ID, KUTA UTARA -- Sebelum mengenal BTPN Syariah, Desak Nyoman Yayu (55 tahun) meminjam uang ke renternir untuk menjalankan bisnis jual canang atau sesajen umat Hindu untuk bersembahyang. Namun, bukan untung yang didapat, Desak malah kehabisan modal.
"Saya pinjam kepada 10 renternir, tetapi lama kelamaan modal saya malah habis untuk bayar utang ke mereka," kata Desak di Jalan Dalung, Kuta Utara, Bali, beberapa waktu lalu.
Desak harus membayar bunga sangat tinggi kepada renternir bank keliling tersebut. Desak pun mengaku sangat kapok dan trauma.
Baru kemudian Desak tertarik mengikuti program BTPN Syariah bersama ibu-ibu Bali lainnya. Meski beragama Hindu, Desak mengaku sangat senang mendapat pembiayaan dari BTPN Syariah.
Apalagi, program pembiayaan bank syariah ini tidak hanya meminjamkan uang. Tetapi juga ikut memberikan bimbingan ibu-ibu nasabahnya sehingga membantu mereka memajukan bisnis.
Desak kemudian berjualan sayur di sekitar villa di Badung. Begitu Covid-19, Desak beralih jualan ikan basah di Jalan Dawung, Kuta Utara.
Ia mendapat pinjaman Rp 3 juta pertama kalinya dari BTPN Syariah. Setelah lunas, Desak mendapat tambahan pembiayaan hingga Rp 15 juta.
Seiring bisnisnya berkembang, Desak mendapat pembiayaan ketiga sebesar Rp 20 juta. Kini, ia dengan bisnis ikan basahnya mendapat pembiayaan Rp 30 juta.
Bisnis ikan basah dan segar ini mengubah hidup keluarga Desak. Dari hanya laku 10 dan 20 kilogram (kg) per hari, sekarang Desak mampu menjual ikan segar sampai 75 kg per hari.
Ada putaran uang antara Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per hari dari usaha ikan basahnya ini. Desak pun mampu membayar sewa lapak 500 ribu per bulan.
"Dulu, sebelum mengenal bank syariah (BTPN Syariah), saya tidak bisa tidur nyenyak. Sekarang, saya bersyukur sekali bebas dari renternir dan mampu mengkuliahkan dua anak saya," kata Desak dengan mata berkaca-kaca.
Desak mengenal bank syariah dari sang kakak, Endang. Endang lebih dulu menjadi nasabah bank syariah untuk kembangkan bisnisnya dan kini menjadi nasabah inspiratif.
"Puji Tuhan, saya berterima kasih kepada BTPN Syariah yang membantu ekonomi keluarga kami," kata Endang yang beragama Kristen.
Sistem bank syariah yang mereka pakai, kata Endang, tidak menjadi masalah dan hambatan. Menurut dia, program bank syariah ini sangat memudahkan dan membantu kaum prasejahtera untuk menaikkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik.
Di Bali, memang 90 persen nasabah pembiayaan BTPN Syariah tidak beragama Islam. Kepala Pembiayaan BTPN Syariah Area Bali Dony Aditya mengatakan pihaknya menjelaskan kepada tokoh dan masyarakat Bali bahwa layanan bank syariah itu tidak hanya untuk Muslim, tetapi juga untuk non-Muslim.
Secara total pada 2021, pembiayaan BTPN Syariah di Bali mencapai Rp 60,5 miliar. Doni berharap pembiayaan tahun ini bisa menyentuh Rp 65 miliar.
Hingga Desember 2021, sudah ada kurang lebih 23 Ribu nasabah pembiayaan yaitu perempuan keluarga prasejahtera produktif di Bali dan sekitarnya.
Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad mengatakan basis nasabah non-muslim juga tercatat di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat menerima program bank berbasis syariah karena memang saling menguntungkan dan banyak memberikan manfaat.
Bisnis perbankan syariah, kata Fahmi, memang tidak terkait agama, meskipun menggunakan akad sesuai hukum Islam.
Yang penting, Fahmi menjelaskan usaha yang dijalankan nasabah pembiayaan ultramikro adalah jenis usaha halal. Misalnya, tidak menjual daging babi atau alkohol.