REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjawab keraguan anggota panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang tak mencantumkan aborsi.
Ia menjamin, pasal terkait aborsi diatur detail dalam revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) yang dijamin akan disahkan pada Juni mendatang.
"Kami sudah bertemu intensif dengan Komisi III sebagai mitra Kementerian Hukum dan HAM, paling lambat Juni sudah harus disahkan," ujar Eddy dalam rapat Panja RUU TPKS, Senin (4/4).
Ia menjelaskan, RKUHP berstatus carry over dari DPR periode sebelumnya. RKUHP itu juga disebutnya sudah melakukan persetujuan tingkat pertama oleh Komisi III DPR. "Jaminan (RKUHP disahkan pada Juni), ini permintaan Komisi III kemarin," ujar Eddy.
Selain dalam RKUHP, pasal terkait aborsi dijelaskannya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam 75 Ayat 1 UU Kesehatan dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Namun, terdapat pengecualian untuk dua hal yang diatur dalam Pasal 75 Ayat 2 UU Kesehatan. Pertama adalah indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Adapun aborsi juga dapat dilakukan kepada kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 75 Ayat 2.
"Kalau aborsi kami usulkan untuk dihapus (dari RUU TPKS), karena itu ada dalam Undang-Undang Kesehatan dan tidak menimbulkan kontroversi. Selain itu memang sudah diatur dalam KUHP Pasal 469," ujar Eddy.
Aborsi juga sudah diatur dalam Pasal 469 RKUHP. Dalam Pasal 469 Ayat 1 RKUHP dijelaskan, setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Dalam Ayat 2 dijelaskan, setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Sedangkan dalam Ayat 3, jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.