REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Utusan Amerika Serikat (AS) untuk Korea Utara, Sung Kim, mengatakan, Washington akan bertindak tegas dalam menanggapi serangkaian uji peluncuran rudal Korea Utara. Kim dan wakilnya, Jung Pak, bertemu dengan pejabat Korea Selatan, termasuk utusan nuklir Noh Kyu-duk, setelah tiba di Seoul pada Senin (18/4/2022) pagi dalam kunjungan selama lima hari.
"Kami prihatin dengan tindakan eskalasi Korea Utara, dan kami akan terus bekerja sama untuk menanggapi secara bertanggung jawab dan tegas terhadap perilaku provokatif," kata Kim kepada Noh saat pembicaraan mereka dimulai.
Kedatangan Kim bertepatan dengan dimulainya latihan militer gabungan tahunan sembilan hari oleh pasukan AS dan Korea Selatan. Latihan tersebut terdiri dari pelatihan pos komando pertahanan menggunakan simulasi komputer, dan tidak akan melibatkan manuver lapangan oleh pasukan.
Kim mengatakan, AS terbuka untuk berbicara dengan Korea Utara kapan saja dan tanpa prasyarat. Tetapi Pyongyang sejauh ini menolak tawaran itu, dan menuduh Washington mempertahankan kebijakan bermusuhan seperti sanksi serta latihan militer.
Media Korea Selatan melaporkan bahwa Kim juga diperkirakan akan bertemu dengan tim transisi untuk Presiden terpilih Yoon Suk-yeol, yang akan menjabat pada Mei mendatang. Seorang juru bicara tim transisi pemerintah mengatakan, sejauh ini tidak ada pertemuan yang dikonfirmasi antara Yoon dan Kim. Kim juga mengatakan bahwa Washington berharap dapat bekerja sama dengan tim Yoon.
Korea Utara telah mengutuk latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan, sebagai latihan untuk perang. Latihan gabungan itu telah dikurangi dalam beberapa tahun terakhir, di tengah upaya untuk melibatkan Pyongyang dalam diplomasi, dan karena pembatasan Covid-19.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memantau uji coba senjata berpemandu taktis jenis baru pada Ahad (17/4). Kantor berita negara, KCNA melaporkan, senjata ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan nuklir Korea Utara.
Menurut pejabat AS dan Korea Selatan, laporan itu muncul di tengah pertanda bahwa, Korea Utara dapat segera melanjutkan uji coba nuklir. Terutama setelah Kim melanggar moratorium pengujian rudal balistik antarbenua (ICBM). Bulan lalu Korea Utara meluncurkan uji coba ICBM.
Militer Korea Selatan pada Ahad telah mendeteksi dua proyektil yang diluncurkan pada Sabtu (16/4/2022) dari pantai timur Utara menuju laut. Proyektil terbang sekitar 110 kilometer, dengan puncak 25 kilometer dan kecepatan maksimum kurang dari 4 Mach. Hal ini menunjukkan bahwa, senjata tersebut adalah rudal jarak pendek.
Laporan KCNA tidak memberikan rincian tentang peluncuran itu, tetapi mengaitkannya dengan tujuan nuklir Korea Utara. "Sistem senjata berpemandu taktis tipe baru sangat penting dalam meningkatkan daya tembak unit artileri jarak jauh garis depan secara drastis, dan meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian nuklir taktis," kata KCNA.
Menurut laporan KCNA, Kim memberikan instruksi penting untuk lebih membangun kemampuan pertahanan dan kekuatan tempur nuklir negara. Korea Utara telah mengembangkan rudal balistik jarak pendek (SRBM). Menurut para analis, SRBM dirancang untuk menghindari pertahanan rudal dan menyerang sasaran di Selatan.
Rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis di AS, Ankit Panda, mengatakan, senjata itu tampaknya merupakan sistem pengiriman senjata nuklir taktis pertama Korea Utara. Panda mengutip indikasi pekerjaan untuk memulihkan situs uji coba nuklir Punggye-ri di Korea Utara.
"Anda tidak harus terlalu imajinatif untuk menyatukan dua ini," kata Panda.
Pejabat AS dan Korea Selatan telah mencatat aktivitas di situs Punggye-ri yang bisa menjadi persiapan untuk uji coba nuklir. Pada awal 2017, Badan Intelijen Pertahanan AS menilai bahwa, Korea Utara mampu membuat miniatur senjata nuklir di seluruh spektrum misilnya, dari SRBM hingga ICBM.
Pada Januari 2021, Kim mengatakan, Korea Utara mampu meminimalkan, meringankan dan menstandarisasi senjata nuklir. Korea Utara juga dapat menjadikannya sebagai senjata taktis. Dia juga menguraikan tujuan mengembangkan senjata lain seperti rudal hipersonik dan satelit mata-mata, yang telah diuji tahun ini.
Pakar Korea Utara di Center for a New American Security yang berbasis di AS, Duyeon Kim, mengatakan, tindakan Korea Utara ini diambil sebagai protes terhadap latihan militer gabungan AS-Korea Selatan. Pyongyang telah lama mengecam latihan militer gabungan itu sebagai latihan perang.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, mengatakan, Amerika Serikat dan Korea Selatan berencana untuk meluncurkan latihan musim semi tahunan pada Senin (18/4/2022), dan berlangsung selama sembilan hari. Pada Sabtu (16/4/2022), Divisi Infanteri ke-2 AS, yang berbasis di Korea Selatan, membagikan foto-foto pasukan yang melakukan uji coba sistem roket multi-peluncuran.