Jumat 22 Apr 2022 02:22 WIB

Bunyi Lengkap Putusan MA yang Menangkan YKMI Soal Vaksin Halal

YKMI menggugat terbitnya SE Dirjen P2P Kemenkes tentang Vaksinasi Booster.

Rep: Erik PP/Antara/Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Kantor Mahkamah Agung (MA) di Jalan Medan Merdeka Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
Foto: Dok MA
Kantor Mahkamah Agung (MA) di Jalan Medan Merdeka Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memutuskan vaksin Covid-19 bagi umat Muslim di Tanah Air wajib berstatus halal. Kewajiban itu harus dipenuhi pemerintah setelah Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) selaku pemohon menang di tingkat MA melawan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi).

Vonis MA tersebut merupakan hasil judicial review yang dilakukan YKMI terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin. Dalam salinan putusannya, MA menerangkan, pemerintah tidak bisa serta merta mamaksakan kehendaknya kepada warga negara Indonesia untuk divaksin dengan alasan apapun dan tanpa syarat.

Baca Juga

"Bahwa pemerintah dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Negara Republik Indonesia (NRI), tidak serta-merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apa pun dan tanpa syarat, kecuali adanya perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam," demikian bunyi putusan MA dikutip di Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Tindakan pemerintah yang menetapkan jenis vaksin belum (memperoleh sertifikat) halal ke masyarakat, khususnya umat Islam, berdasarkan bunyi salinan MA, adalah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dengan kondisi itu, MA berpandangan, pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat, khususnya terhadap umat Islam.

"Jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah dalam negara hukum Indonesia, selain dijamin dalam pembukaan dan batang tubuh UUD NRI 1945, juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Jaminan atas kebebasan beragama dan beribadah selanjutnya diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang didasari oleh Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan Hidup Bangsa Indonesia tentang HAM dan Piagam HAM," jelasnya.

Berdasarkan putusan MA, diatur dalam hak kebebasan beragama dan beribadah, merupakan salah satu hak yang bersifat nonderogable, artinya tidak dapat dikurang-kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun. Atas norma tersebut, jelas dan tegas membebankan kewajiban kepada negara agar menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut.

Yang paling utama yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara adalah kebebasan internal (internal freedom) dari agama, yaitu menyangkut keyakinan terhadap doktrin atau akidah suatu agama. "Kebebasan inilah yang tidak dapat diintervensi oleh negara dengan tanpa syarat," demikian putusan MA.

Putusan MA diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota Yodi Martono dan Is Sudaryono, serta dan panitera Teguh Satya Bhakti. Perkara dengan Nomor Register 31 P/HUM/2022 tersebut diputus pada 14 April 2022.

Sebelumnya, YKMI menggugat terbitnya Surat Edaran (SE) Dirjen P2P Kemenkes Nomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster), tertanggal 12 Januari 2022. Dalam SE tersebut, ditentutan tiga jenis vaksin untuk program vaksinasi penguat.

Kuasa hukum YKMI Ahsani Taqwim Siregar mengatakan, pemerintah wajib menyediakan vaksin halal sesuai putusan MA. "Putusan ini merupakan jaminan hukum bagi umat Islam untuk mendapatkan vaksin halal, ini anugerah besar di bulan Ramadhan," kata Ahsani.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement