Jumat 22 Apr 2022 14:19 WIB

Gunakan Akal Sebelum Bertindak Apapun, Ini Alasannya Menurut Habib Jindan

Habib Jindan menekankan pentingnya menggunakan akal sebelum bertindak

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum Majelis Hikmah Alawiyah, Habib Ahmad bin Novel Salim bin Jindan, menekankan pentingnya menggunakan akal sebelum bertindak
Foto: Putra M Akbar/Republika
Ketua Umum Majelis Hikmah Alawiyah, Habib Ahmad bin Novel Salim bin Jindan, menekankan pentingnya menggunakan akal sebelum bertindak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beruntunglah orang-orang yang menggunakan akalnya sebelum bertindak. Sebab orang yang menggunakan akalnya sebelum bertindak akan terhindar dari kesalahan. 

Pimpinan Yayasan Al Fachriyah, Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan, menjelaskan akhlak dan perangai wali, ulama dan orang-orang saleh (shalihin) itu penuh kasih sayang. Mereka tenang dalam bertindak dan tidak panik. 

Baca Juga

Segala sesuatu yang dikerjakan pada wali, ulama, dan orang-orang saleh itu dilakukan dengan tenang, kepala dingin, bukan dengan emosi.

Selain itu para wali tidak banyak bicara tetapi ketika berkomunikasi dengan orang lain ucapannya penuh dengan cinta dan kasih sayang serta kelembutan.

Menurut Habib Jindan itu semua karena para wali dan shalihin memiliki akal yang luas dan sempurna. "Itu semua dikarenakan akal mereka (para wali dan orang saleh) yang sempurna juga mereka sudah banyak pengalaman terhadap orang-orang di zaman mereka, mengetahui tabiatnya zaman," kata Habib Jindan saat mengisi rauhah pada Kamis (21/4/2022) yang  disiarkan melalui kanal resmi You Tube Al Fachriyah. 

Lebih lanjut Habib Jindan menukil ucapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa pertumbuhan badan seseorang berhenti ketika usia 22 tahun. Dan perkembangan akalnya sampai usia 28 tahun. 

Setelah itu akalnya tidak bertambah lagi (maksudnya kemampuannya dalam memaksimalkan potensi otak mulai perlahan berkurang seperti mulai sulit menghafal atau mengingat). Akan tetapi orang yang berusia lebih dari 28 tahun memiliki pengalaman yang terus bertambah. 

Maka dari itu pula, menurut Habib Jindan, seseorang yang sempit atau sedikit akalnya tidak layak untuk menjadi panutan sebagai juru dakwah (dai ilallah). Sebab seorang juru dakwah haruslah memiliki akal yang luas untuk menghadapi berbagai persoalan umat. 

Menurut Habib Jindan, orang yang akalnya sedikit sangat berbahaya ketika dijadikan panutan atau sebagai juru dakwah. Sebab dia dapat membawa kerusakan.  

"Maka orang yang akalnya sedikit dia tidak layak jadi dai ilallah. Yang ada bikin ribut, gaduh, merusak bangsa. Orang yang akalnya sedikit tidak patut berdakwah ke jalan Allah SWT, harus yang akalnya luas, akalnya banyak, kalau akalnya sedikit lebih banyak merusak daripada memperbaiki," katanya.  

Lebih lanjut Habib Jindan menjelaskan ada tiga kategori lelaki. Pertama yakni lelaki yang memiliki akal dan pendapat yang sangat bermanfaat bagi orang banyak. Maksudnya pemikiran dan ucapannya menjadi panutan karena mendatangkan kemaslahatan. 

Sedangkan kategori kedua, adalah lelaki yang mau mengikuti pendapat orang-orang yang berakal. Yakni mereka yang mau bermusyawarah dan mau mendengar pandangan orang-orang yang berakal, mereka mengikuti arahan, bimbingan para guru-guru, syuyukh, atau para ulama. 

Sedangkan kategori ketiga adalah lelaki yang tidak menggunakan akalnya, tidak bisa memberikan pendapat yang bermanfaat bagi orang lain, dan juga tidak mau mendengarkan pendapat orang-orang yang berakal, tidak mau bermusyawarah dan mendengar bimbingan para guru-guru, syuyukh, atau para ulama. Kategori ini gampang terombang-ambing atau ikut-ikutan keadaan. 

"Orang kalau ngga musyawarah kepada auliya, syekh, kepada ahli, amalannya akan amburadul, acak-acakan, berantakan. Yang ada orang tersebut tersesat dan bakalan berantakan amalnya dan tidak bakal berkah," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement