REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Siapa yang tidak kenal dengan Australia? Sebuah wilayah yang menjadi satu negara sekaligus menjadi salah satu benua di dunia.
Sama seperti negara lainnya, Australia pun menjadi wilayah yang memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran agama Islam tersendiri. Sejarah dan perkembangan Islam di Australia itu jadi tema pembahasaan pada “Dialog Ramadhan Sesi 3 dari Benua Australia” yang diadakan oleh LPPAIK UM Bandung, Sabtu (23/4/2022).
Sebagai pembicara, Ketua Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Muhammadiyah Australia Hamim Jufri mengatakan menurut Islamic Museum of Australia, perkembangan Islam di Australia terjadi pada abad ke-16 akhir. ”Islam masuk ke Australia dibawa oleh orang Indonesia, yaitu orang Makassar, secara koinsiden saat berlayar hingga mencapai daerah Pelabuhan Darwin (nama Kota di Austalia),” ucap Hamim.
Islam pun mulai berkembang lagi ketika ada keputusan dari pemerintah Australia yang memperbolehkan imigran masuk ke benua tersebut, salah satunya dari Afghanistan. ”Kedatangan orang-orang Afganistan sebagai Cameleers (penunggang kuda), seolah-olah meneruskan apa yang dilakukan oleh orang-orang kita dalam mengenalkan Islam di Australia,” ujarnya.
Namun, tragedi 9 September 2001 atau Nine Eleven di Amerika Serikat juga berdampak buruk terhadap umat muslim di Australia. ”Beberapa tempat salat banyak yang dilempari batu, telur, hingga kaca masjid pun dipecahkan,” kata pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur, tersebut.
Setelah beberapa tahun setelah itu, Islam pun mulai berkembang pesat, bahkan orang-orang Islam akan dengan mudah menemukan masjid di Australia saat ini.
“Pascakejadian Nine Eleven tersebut, banyak gereja yang dibeli oleh orang Islam karena orang-orang non-Muslim jarang datang ke gereja,” katanya.
Perkembangan Muhammadiyah di Australia
Pengurus dan anggota Muhammadiyah di negara-negara lain selain Australia diiisi oleh para pelajar dan mahasiswa. Sementara Muhammadiyah di Benua Hijau, julukan lain Australia, justru sebagian besar anggotanya mereka yang menetap lama di negara tersebut, bahkan sebagiannya orang bule.
“Jadi, value yang dipegang oleh Muhammadiyah betul-betul in line dengan banyak nilai universalitas,” tegas Hamim.
Tak hanya itu, berdasarkan pengalaman dan sumber daya yang dimiliki PCIM Australia, organisasi yang dirintis oleh KH Ahmad Dahlan itu harus membangun amal usaha untuk generasi selanjutnya. ”Kita konsultasikan begitu intens dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, akhirnya kita mendirikan sekolah pertama yang dimiliki Muhammadiyah di Australia,” ungkapnya.
Tak sedikit penolakan atas rencana pendirian sekolah Muhammadiyah itu. Namun, PCIM Australia menguatkan landasan hukum dalam membangun amal usaha tersebut yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah Australia.
”Aturannya harus dipenuhi dahulu, baru kemudian semua bantuan dari government. Pemerintah senang kalau ada pihak lain yang bantu soal pendidikan. Bahkan, setiap anak di sekolah Muhammadiyah dapat dana 100 juta/tahun,” pungkas ayah dua anak itu.