REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Intermittent fasting kerap diklaim sebagai pengaturan pola makan atau diet yang paling efektif untuk menurunkan berat badan sekaligus memperbaiki kesehatan metabolik. Akan tetapi, sebuah percobaan jangka panjang menemukan bahwa klaim tersebut tidak sepenuhnya benar.
Intermittent fasting merupakan sebuah diet di mana seseorang hanya boleh menyantap makanan pada kurun waktu yang sudah ditentukan. Intermittent fasting ini memiliki beberapa tipe, salah satu di antaranya adalah diet 16:8. Diet 16:8 ini berarti seseorang harus berpuasa selama 16 jam, dan hanya memiliki waktu atau jendela makan selama delapan jam dalam sehari.
Sebuah studi telah dilakukan untuk mengetahui dampak diet 16:8 dalam proses penurunan berat badan. Ada 139 orang gemuk atau obesitas namun dengan kondisi kesehatan yang baik terlibat sebagai partisipan dalam studi ini.
Selama studi berlangsung, para partisipan dibagi ke dalam dua grup. Grup pertama menjalani intermittent fasting dan hanya boleh makan pada jam 08.00 pagi sampai 16.00 sore, sedangkan kelompok kedua boleh makan di jam berapa saja.
Asupan kalori pada kedua kelompok ini sama-sama dibatasi. Laki-laki tak diperbolehkan mengonsumsi lebih dari 1.800 kalori per hari, sedangkan perempuan tidak boleh mengonsumsi lebih dari 1.500 kalori per hari. Penerapan diet ini berlangsung selama 12 bulan.
Setelah 12 bulan, partisipan pada kelompok pertama rata-rata berhasil menurunkan 9 persen berat badan mereka. Sedangkan kelompok kedua berhasil menurunkan 7,2 persen berat badan mereka.
Meski ada perbedaan, tim peneliti mengungkapkan bahwa perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Tim peneliti mengungkapkan bahwa penurunan berat badan tampak lebih didorong oleh restriksi kalori dibandingkan pola makan dengan restriksi waktu.
"Hasil ini mengindikasikan bahwa pembatasan asupan kalori berperan pada sebagian besar efek menguntungkan yang terlihat dalam rejimen pola makan yang dibatasi waktu (intermittent fasting)," lanjut tim peneliti dalam studi, seperti dilansir New Atlas, Senin (2/5/2022).
Dalam penerapannya di dunia nyata, tim peneliti tak menampik bila restriksi waktu dalam intermittent fasting lebih mudah untuk diikuti dibandingkan dengan restriksi kalori yang lebih umum. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penerapan intermittent fasting juga tetap perlu diikuti dengan restriksi atau pembatasan kalori. Menyantap makanan secara berlebih atau tak terkontrol kemudian puasa selama 16 jam tidak akan membantu proses penurunan berat badan.
"Restriksi waktu dan pembatasan kalori harian memberikan efek yang sama sehubungan dengan pengurangan lemak tubuh, lemak visceral, tekanan darah, kadar glukosa, dan kadar lipid," jelas tim peneliti.