Sabtu 30 Apr 2022 05:48 WIB

Pemerintah Diminta Terbitkan Aturan Baru tentang Penjabat Kepala Daerah

Jangan sampai penjabat memunculkan kecurigaan jadi alat pemenangan di Pemilu 2024.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin meminta pemerintah untuk segera membuat aturan baru terkait penjabat kepala daerah. Hal tersebut diperlukan untuk mempertegas kedudukan dan kewenangan penjabat kepala daerah yang akan mengisi jabatan kepala daerah yang masa baktinya selesai di tahun 2022-2024 mendatang.

"Soal kewenangannya, misalnya mantan dirjen otda bilang nggak sama kewenangannya. Kalau saya sih berani mengatakan sama persis, sebangun bahkan bisa sama persis karena dia memang mengisi yang menjabat sudah habis masa jabatannya. Belum lagi mungkin yang lain berpendapat berbeda, maka itu menurut saya perlu," kata Zulfikar kepada Republika.co.id, Jumat (29/4/2022).

Baca Juga

Zulifkar mengatakan aturan baru tersebut juga penting lantaran jumlah kepala daerah yang akan habis masa jabatannya berjumlah 101 kepala daerah. Belum lagi momentumnya berdekatan dengan Pemilu 2024, sehingga memunculkan

kecurigaan penunjukkan kepala daerah digunakan untuk mendulang suara, atau untuk alat pemenangan.

"Maka dari itu perlu menurut saya ada aturan baru soal penjabat ini sehingga legalitas dan legitimasi penjabat ini walaupun di UU 10 2016 sudah ada, itu dengan peraturan pemerintah katakanlah begitu atau aturan baru soal penjabat ini bisa makin kuat tidak lagi debatable, mereka juga tenang menjalankan tugasnya, menjalankan fungsi pemerintah di daerah masing-masing," jelasnya.

Selain itu, politikus Partai Golkar itu menambahkan, di dalam aturan baru tersebut perlu juga diatur, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa seorang penjabat kepala daerah tidak boleh berasal dari anggota TNI/Polri aktif. Sementara itu apakah Kemendagri perlu mengumumkan ke publik terkait nama penjabat kepala daerah, menurutnya hal tersebut tergantung dari aturan baru yang dikeluarkan pemerintah nantinya.

"Kalau harus diumumkan ke publik, bagaimana ya, karena publik kan tidak ikut, ini kan urusan internal pemerintahan tidak ikut menentukan, tapi bisa lah tergantung PP-nya misalnya prosesnya bagaimana," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement