REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Otoritas Swedia membantah tuduhan penculikan anak-anak Muslim oleh para pengunjuk rasa dna menyebut percakapan di Twitter sebagai kampanye disinformasi. Otoritas tersebut juga menyampaikan, layanan sosial selalu mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan anak.
Hukum Swedia menyatakan bahwa anak-anak harus ditempatkan pertama dengan seseorang dari sistem keluarga mereka. Namun hukum ini dinilai tidak diikuti, dan itu berlaku dengan banyak hukum di Swedia. Aturan itu tampak sangat bagus di atas kertas, tetapi dalam praktiknya tidak dilakukan.
Layanan sosial Swedia adalah institusi yang kuat di negara ini. Bahkan dalam kasus yang jarang terjadi di mana pengadilan Swedia berpihak pada keluarga dan melarang keputusan layanan sosial untuk membawa pergi anak. Di bawah undang-undang saat ini, layanan tersebut dapat mengesampingkan keputusan dan menolak untuk mengembalikan anak itu kepada orang tuanya.
Keluarga Muslim di Swedia beberapa bulan yang lalu protes terhadap dugaan anak-anak mereka "diculik" oleh pihak berwenang Swedia. Persoalan ini pun kini mendapat sorotan Komite Nordik untuk Hak Asasi Manusia. "Mereka menculik anak-anak Muslim, itulah maksud saya. Mereka tidak menerima bahwa mereka memiliki cara lain untuk hidup," kata Siv Westerberg, pendiri Komite Nordik untuk Hak Asasi Manusia, seperti dilansir Yeni Safak, Jumat (6/5).
Westerberg, yang juga mantan dokter medis, percaya bahwa jika seseornag adalah keluarga imigran di Swedia, ada kemungkinan lebih besar bahwa otoritas sosial akan mengambil anaknya dari keluarga tersebut. "Mereka menculik anak-anak Muslim, dan para pekerja sosial itu merasa jauh lebih menarik untuk pergi dan menculik anak-anak Muslim daripada duduk-duduk sepanjang hari merawat pecandu alkohol Swedia. dan memberi mereka uang dan pakaian," ujarnya.
Lena Hellblom Sjogren, seorang psikolog forensik Swedia yang telah menyelidiki dugaan pelecehan seksual dan penderitaan anak-anak, meyakini, persoalan perawatan sosial di negara tersebut tidak memiliki alat yang dapat diandalkan untuk pekerjaan yang mereka lakukan. "Kewajiban mereka sesuai dengan Hukum dasar Swedia yang tidak memihak dan berorientasi pada fakta dilanggar dalam setiap kasus," ujarnya.
Salah satu keluarga Muslim yang mengalaminya adalah Halima Marrie, yang datang ke Swedia dari negara Afrika di Gambia bersama suaminya Almamo Jarju dan anak-anaknya. Namun, setelah beberapa bulan, putrinya yang berusia 6 tahun dibawa oleh layanan sosial.
Marrie mengklaim bahwa sejak awal, sekolah memanipulasi putrinya dengan mengatakan kepadanya bahwa mereka akan menemukan rumah yang lebih baik untuknya. Gadis muda itu dipindahkan ke lima rumah yang berbeda dari ketika dia berusia 6 hingga 7 tahun. "Ini karena pelecehan seksual oleh keluarga asuh," kata ayah gadis itu, Almamo.
Almamo mencurigai, putrinya, yang sekarang berusia 15 tahun, saat ini masih menjadi korban pelecehan seksual di panti asuhannya dan dinas sosial tidak melakukan apa-apa. Halima dan Almamo terakhir melihat putri mereka tiga tahun lalu, ketika berusia 12 tahun.
"Ketika layanan sosial menghentikan kontak apa pun di antara kami dan kami tidak tahu di mana dia berada," tegas Halima. Almamo percaya bahwa keluarganya adalah korban rasisme dan bahwa satu-satunya alasan mengapa putrinya diambil dari mereka adalah karena mereka Muslim.
Swedia telah menetapkan Undang-Undang Perawatan Orang Muda Swedia (Ketentuan Khusus) (LVU) pada tahun 1990, yang memberikan wewenang kepada pekerja layanan sosial untuk memindahkan anak-anak secara paksa dari orang tua mereka.
Tanpa atau bahkan sebelum mereka mendapatkan dukungan dari Pengadilan Tata Usaha Swedia, lembaga sosial berhak mengirim staf mereka, dibantu oleh polisi, dan membawa anak-anak dari rumah mereka atau langsung dari sekolah tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Anak-anak dibawa jauh dari rumah langsung ke rumah investigasi rahasia, panti asuhan, atau Home for Care and Custody (HVB).
Impunitas yang dinikmati oleh layanan sosial Swedia telah menyebabkan pelanggaran LVU yang tak terhitung jumlahnya, yang memberikan dasar hukum untuk pemindahan anak secara paksa.