REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Mohammad Syahril menyampaikan pasien hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya atau acute hepatitis unknown etiology terbuka kemungkinan mendapatkan terapi transplantasi hati. Di Indonesia sudah dilakukan transplatansi hati untuk kasus-kasus hepatitis dan kasus-kasus lainnya.
"Ada kemungkinan kelak pasien hepatitis akut juga akan mendapatkan terapi transplantasi hati," ujarnya dalam konferensi pers 'Update Perkembangan Kasus Hepatitis Akut di Indonesia' yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (13/5/2022).
Oleh karena itu, Syahril meminta masyarakat untuk waspada dan segera membawa anak atau anggota keluarga yang mengalami gejala hepatitis akut. Gejala itu seperti demam, mual, muntah, hilang nafsu makan, diare akut, lemas lesu. Selain itu, nyeri bagian perut, kembung perut, nyeri otot dan sendi, kuning di mata, urine seperti warna teh, serta perubahan pada warna feses.
"Dengan mengenali kasus lebih awal kita bisa lebih care ke anak, jangan sampai lebih berat. Bisa konsultasi ke dokter," katanya.
Di samping itu, lanjut dia, masyarakat juga diminta untuk rajin cuci tangan, memastikan makanan dan minuman dimasak hingga matang dan higienis.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian KesehatanSiti Nadia Tarmizi mengatakan WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah. Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia satu bulan sampai dengan 16 tahun. "Sebanyak 17 anak di antaranya (10 persen) memerlukan transplantasi hati, dan satu kasus dilaporkan meninggal," katanya.