REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masih banyak calon pengantin yang memperdebatkan, bahkan saling lempar tanggung jawab tentang siapa yang harus membiayai walimah (jamuan makan). Pakar Fikih yang juga Anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Ustaz Oni Sahroni, mengatakan, walimah sejatinya tidak hanya terkait dengan resepsi pernikahan. Perjamuan makan yang mengundang orang lain dengan maksud meminta doa atas hajatnya, seperti akikah, keberangkatan haji, khitan, juga disebut walimah.
Ustaz Oni menyatakan, terdapat sejumlah adab yang perlu diperhatikan dalam walimah, khususnya pada pesta jamuan pernikahan (walimatul ursy) sebagaimana dijelaskan para ulama dalam sejumlah literatur Islam, seperti pada Minhajus Salihin fil Adab al-Islamiyah, juga terdapat pada al- Adab al-Mufrod karya Imam Bukhari, atau pada Ensiklopedi Keluarga Muslim karya Athiyah Saqr, dan literatur lainnya. Termasuk di antaranya yang membahas pihak yang bertanggung jawab membiayai acara tersebut.
Ustaz Oni menjelaskan bahwa orang yang menikah disunahkan menyelenggarakan walimah. Ini sebagaimana sebuah hadis. Suatu ketika Rasulullah SAW berkata kepada sahabat agar menyelenggarakan walimah meski sekadar dengan hidangan seekor kambing. Ustaz Oni mengatakan, ungkapan Rasulullah itu disampaikan kepada sahabat laki-laki.
Karenanya, dari perkataan Rasulullah itu para ulama ahli fikih dan hadis mengatakan bahwa tanggung jawab walimah ada pada laki-laki. Karena itu, Ustaz Oni mengatakan biaya walimah adalah menjadi tanggung jawab suami.Terlebih, setelah proses akad, pengantin pria telah sah sebagai suami dan memiliki tanggungan atau kewajiban untuk memberikan nafkah pada istrinya. Dan, nafkah pertama yang dikeluarkan suami adalah membiayai walimah.
Namun, bila terdapat negosiasi dari awal sebelum pernikahan, misalnya, pada saat ta'aruf atau khitbah bahwa biaya nikah dibagi dua atau ditanggung bersama antara pria dan wanita ataupun ditanggung sepenuhnya oleh keluarga wanita, maka hal tersebut pun tidak menjadi masalah atau diperbolehkan.
Ustaz Oni mencontohkan dalam beberapa kasus terdapat orang tua dari pihak mempelai wanita yang sangat ingin membiayai semua biaya walimah sebagai bentuk cinta pada anak perempuannya yang akan menjadi tanggung jawab suaminya.Atau di beberapa daerah terdapat tradisi pihak keluarga mempelai wanita yang membiayai walimah.Menurut Ustaz Oni, hal tersebut tidak masalah bila telah ada negosiasi dan saling ridha.
Jadi, kita kembalikan pada jalurnya, pada adabnya, prinsip adabnya biaya walimah itu menjadi tanggung jawab suami. Tetapi, pada saat selanjutnya jika ada negosiasi pada saat pertemuan awal, ta'aruf, khitbah di mana biaya nikah dibagi dua atau ditanggung oleh istri karena si keluarga istri ingin melepas anaknya, pun tidak ada masalah. Yang penting semua lapang, semua ridho, kata Ustaz Oni dalam webinar fikih yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) dan Yayasan Kesejahteraan Madani (Yakesma) beberapa hari lalu.
Selain itu, Ustaz Oni mengatakan, fokus dan target walimatul ursy adalah agar menambah silaturahim, memohon doa dan menghindarkan fitnah, sehingga khalayak atau masyarakat mengetahui bahwa pasangan tersebut telah sah menjadi suami-istri. Maka, mewahnya perayaan pernikahan hendaknya bukan menjadi fokus utama dalam walimatul ursy. Sebab itu, menurut Ustaz Oni, adabnya prosesi walimah diadakan dalam batas sederhana dan proporsional atau tidak berlebihan dalam perayaannya.
Sohibul bait (yang menyelenggarakan walimah) juga berkewajiban menghidangkan makanan dan minuman yang halal dan tayib. Selain itu, juga menyediakan tempat duduk bagi tamu. Ustaz Oni juga mengatakan bahwa sohibul bait juga harus tetap memperhatikan tuntunan syariah bila menggelar pementasan atau hiburan dalam walimatul ursy. Yang juga harus diperhatikan dalam walimatul ursy adalah waktu shalat sehingga pengantin, keluarga, panitia, dan juga tamu undangan dapat menunaikan shalat.