REPUBLIKA.CO.ID, TUSLA -- Pelaku penembakan massal di sebuah rumah sakit di Oklahoma, Amerika Serikat sengaja mengincar seorang dokter bedah. Pelaku menyalahkan sang dokter atas nyeri punggung yang dideritanya setelah menjalani operasi.
Demikian disampaikan pihak berwenang, Kamis (2/6). Insiden penembakan pada Rabu (1/6) menewaskan lima orang, termasuk pelaku dan sang dokter bedah.
"Tersangka masuk ke gedung rumah sakit St. Francis Health System di Tulsa dengan membawa senjata semiotomatis dan mulai menembak orang yang dia temui," kata Kepala Kepolisian Tulsa Wendell Franklin pada acara jumpa pers.
Dua dokter, seorang resepsionis, dan seorang pasien tewas dalam penembakan itu. Dr Preston Phillips, 59 tahun, ahli bedah ortopedi yang merawat pelaku, tewas bersama Dr Stephanie Husen, ahli pengobatan olahraga berusia 48 tahun.
Dalam konferensi pers itu, polisi mengidentifikasi pelaku penembakan sebagai Michael Lewis atau Louis. Juru bicara kepolisian tidak bisa dihubungi untuk memastikan ejaan nama belakangnya.
"Tersangka datang dengan maksud untuk membunuh Dr Phillips dan siapa pun yang menghalanginya," kata Franklin.
Pihak berwenang menemukan sepucuk surat dari pelaku yang menjelaskan bahwa serangan itu direncanakan. Otoritas menyebut dua nama korban yang lain yakni Amanda Glenn, resepsionis, dan William Love, pasien.
Resepsionis itu semula diidentifikasi sebagai Amanda Green, tetapi polisi kemudian mengoreksi nama belakangnya."Mereka berdiri di lorong dan (tersangka) menembak mereka," kata Franklin.
Sang pelaku, yang menurut polisi tinggal di Muskogee, Oklahoma, sekitar 80 km dari Tulsa, keluar dari rumah sakit pada 24 Mei setelah operasi punggung. Setelah itu, kata Franklin, pelaku menelepon beberapa kali untuk menyampaikan keluhan akibat nyeri. Namun jawaban itu seperti kurang memuaskan.
Penembakan itu terjadi menyusul dua pembunuhan massal lain yang mengejutkan warga AS.Ketiga insiden tersebut telah memicu debat panjang soal pengendalian senjata dan peran kesehatan mental dalam kekerasan bersenjata yang menghantui negara itu.
"Cukup, sudah cukup. Ini harus dihentikan. Rumah sakit adalah pilar masyarakat kita," kata Chip Kahn, kepala pelaksana Federasi Rumah Sakit Amerika, dalam pernyataan.
Kronologi
Pelaku di Oklahoma membeli senapan di sebuah toko lokal pada hari penembakan. Dia juga disebutkan membeli sepucuk pistol di sebuah rumah gadai tiga hari sebelumnya.
Tersangka memarkir kendaraannya di lantai dua tempat parkir yang terhubung dengan gedung Natalie, gedung kantor rumah sakit berlantai lima. "Dia lalu masuk melalui pintu lantai dua dan berjalan ke gedung itu," kata Franklin.
Polisi tiba di lokasi kejadian tiga menit setelah menerima panggilan pada Rabu pukul 16.53 (Kamis 03.53 WIB). Petugas bergegas masuk ke dalam gedung dan mendengar suara tembakan dari lantai dua.
"Mereka menemukan para korban dan tersangka lima menit kemudian," kata kepala polisi.
Petugas di lokasi mengatakan mereka mendengar sebuah tembakan lima menit berikutnya, yang menurut Franklin berasal dari pelaku yang menembak dirinya sendiri.
"Ketika kami menerima panggilan itu, kami datang dengan mengabaikan keselamatan kami sendiri dan kami masuk ke gedung itu untuk menghadapi ancaman. Filosofi kami adalah kami akan menghentikan ancaman itu dan kami akan melakukannya dengan cara apa pun yang diperlukan," kata Franklin.
"Begitulah kami dilatih."