Ahad 05 Jun 2022 17:44 WIB

SE Menpan RB Dinilai Membuat Guru dan Tenaga Honorer Harap-Harap Cemas

Ada sekitar satu juta guru berstatus honorer mengajar di sekolah negeri.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Sejumlah tenaga pendidik mengikuti acara penyerahan Surat Keputusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di GOR SMAN 1 Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (27/5/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyerahkan surat perjanjian kontrak kerja dan Surat Keputusan kepada tenaga pendidik yang dinyatakan lulus sebagai ASN PPPK jabatan guru SMA, SMK, dan SLB formasi tahun 2021 tahap I sebanyak 5.767 guru.
Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Sejumlah tenaga pendidik mengikuti acara penyerahan Surat Keputusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di GOR SMAN 1 Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (27/5/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyerahkan surat perjanjian kontrak kerja dan Surat Keputusan kepada tenaga pendidik yang dinyatakan lulus sebagai ASN PPPK jabatan guru SMA, SMK, dan SLB formasi tahun 2021 tahap I sebanyak 5.767 guru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) mengeluarkan surat edaran (SE) bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai keluarnya SE itu membuat guru dan tenaga honorer harap-harap cemas.

"Di satu sisi, berharap melalui SE para guru dan tenaga honorer akan diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN), baik sebagai PPPK maupun PNS sampai tenggat waktu yang ditentukan November 2023. Tentu akan menjadi kado terindah bagi semua guru dan tenaga honorer, apalagi tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika.co.id, Ahad (5/6/2022).

Baca Juga

Namun di sisi lain, kata dia, SE tersebut membuat cemas karena pemerintah daerah (pemda) dapat saja melakukan pemberhentian massal terhadap tenaga honorer. Menurut dia, pemda bisa saja memilih jalan pintas dengan melakukan pemberhentian dengan  alasan adanya aturan yang melarang keberadaan honorer di instansi daerah.

"Jika cara ini yang ditempuh pemda, dipastikan angka pengangguran makin meningkat yang akan menambah persoalan sosial ekonomi bagi daerah," kata Satriwan.