REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Proses pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan segera dilakukan pada semester kedua tahun ini. Kendati demikian, berdasarkan hasil survei CSIS yang dilakukan pada 28 Maret-12 April 2022 menunjukan ketidakyakinan para ahli terhadap program IKN ini.
“Banyak responden yang menyatakan tidak yakin bahwa program ini (IKN) akan berjalan sesuai target,” kata peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Noory Okthariza dalam paparannya terkait ‘Rilis Survei Ahli: Pemindahan Ibu Kota Negara: Prospek Kepemimpinan Jakarta dan Implikasi Sosial, Politik, dan Ekonomi ke depan, Senin (6/6/2022).
Sebanyak 58,8 persen ahli tak yakin program pemindahan ibu kota negara baru ini akan berjalan sesuai target pemerintah. Sedangkan sebanyak 41,2 persen ahli menyatakan yakin terhadap program IKN.
Noory mengatakan, ketidakyakinan para ahli terhadap program pembangunan IKN ini disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya yakni dilihat dari kemampuan sisi anggaran dan juga keyakinan para bikrokrat untuk benar-benar pindah dari Jakarta ke Kalimantan.
“Apalagi kita dengar kloter pertama dari birokrat yang akan pindah itu akan dilakukan 2024. Apakah itu bisa dilakukan atau nggak?,” ujar dia.
Selain itu, ketidakyakinan para ahli terhadap pembangunan IKN ini juga terkait sustainability pelaksanaan program. “Misalnya ganti presiden, ganti pemimpin, apakah program ini akan diteruskan atau nggak. Itu juga masih menjadi pertanyaan,” kata dia.
Selanjutnya, berdasarkan hasil survei ini juga ditemukan bahwa 69,4 persen ahli tak meyakini APBN mampu mendanai program ibu kota negara baru. Hanya 30,6 persen ahli yang percaya APBN mampu mendanai program.
Berdasarkan PP Nomor 17/2022 tentang pendanaan dan pengelolaan anggaran IKN disebutkan bahwa skema pendanaan utama berasal dari sektor non pajak. Kendati demikian, kata Noory, tidak dijelaskan lebih lanjut terkait asal pendanaan dari sektor non-pajak ini.
“Apakah BUMN atau obligasi, itu belum terlalu jelas. Juga disebutkan ada kontribusi dari sektor swasta, tapi juga ga jelas sektor swasta itu seperti apa. Dan apakah swasta itu mau dan masuk akal untuk membiayai IKN ini dari bisnis. Jadi banyak hal yang membuat orang itu skeptis terkait program dan juga pendanaan IKN kita,” jelas Noory.
Survei yang dilakukan oleh CSIS ini melibatkan 170 responden, di mana 110 responden diwawancara tatap muka dan 60 lainnya diwawancara secara virtual. Para responden tersebut berasal dari beragam profesi, mulai dari peneliti, akademisi, professional, wartawan, pengusaha, anggota DPR dan DPD, anggota parpol, birokrat, hingga mahasiswa.