Selasa 07 Jun 2022 19:22 WIB

Legislator Tanggapi Langkah Pemerintah Tunjuk Pati TNI-Polri Jadi PJ Kepala Daerah

UU Pilkada juga tidak mengatur secara spesifik terkait pejabat kepala daerah.

Ilustrasi Kepala Daerah
Foto: republika/mardiah
Ilustrasi Kepala Daerah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menghormati penjelasan Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengenai landasan yang diambil soal pengangkatan perwira tinggi (pati) TNI-Polri yang ditugaskan di luar instansi induknya sebagai penjabat (pj) kepala daerah. Menurut dia, masyarakat yang keberatan tetap diberi ruang dengan dapat mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menilai, pemerintah tidak keliru dalam menunjuk pj kepala daerah meskipun terdapat pihak yang keberatan. "Nah, yang keberatan itu bisa meminta penjelasan yang lebih rinci kepada MK seperti apa pasal yang mengatur pj itu apakah menyangkut status TNI-Polri aktif atau keberadaannya supaya tidak bias," paparnya di Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga

Lebih lanjut, Guspardi menjelaskan, tujuan meminta penjelasan MK mengenai tafsir atas aturan yang mengatur pj kepala daerah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada penting untuk dilakukan agar tidak terjadi penafsiran berdasarkan selera dan kepentingan masing-masing pihak. 

Itu karena, dalam regulasi itu tidak mengatur mekanisme pengangkatan pj kepala daerah. Pasal 201 ayat (10), kata dia, hanya menyebutkan untuk mengisi kekosongan gubernur, ditunjuk penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Sementara, dalam ayat (11), diatur untuk mengisi kekosongan bupati/wali kota ditunjuk penjabat Bupati/Wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.   

UU Pilkada juga tidak mengatur secara spesifik terkait pejabat kepala daerah dari unsur TNI-Polri. Namun, MK telah mengeluarkan putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021 yang dalam pertimbangannya tersebut, intinya MK memperbolehkan anggota TNI dan Polri aktif menjadi penjabat kepala daerah sepanjang statusnya sebagai jabatan pimpinan tinggi madya atau jabatan pimpinan tinggi pratama di luar institusi TNI dan Polri. 

MK merujuk kepada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 20 menjelaskan, prajurit TNI dan Polri boleh mengisi jabatan ASN tertentu. Jabatan ASN yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan Polri diatur dalam UU TNI dan UU Polri.

Pada pasal 47 ayat 1 UU TNI disebutkan Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Kemudian, ayat 2 berbunyi, prajurit TNI aktif dapat menjabat di kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Dalam pasal 3 disebutkan, pengisian jabatan di luar institusi TNI berdasarkan permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.

"Silahkan masyarakat yang keberatan dengan langkah pemerintah itu untuk mengajukan JR ke MK. Sebab ketentuan mengenai PJ dari TNI-Polri terdapat perbedaan pendapat," katanya lagi.

Dikutip dari Antara, Mahfud MD mengatakan, acuan pemerintah adalah putusan MK tersebut yang menyatakan anggota TNI/Polri yang tidak aktif secara fungsional di institusi induknya. 

"Tapi ditugaskan di institusi atau birokrasi lain, itu bisa menjadi penjabat kepala daerah," ujarnya.

Menurut dia, contohnya sudah ada seperti penunjukan Kepala BIN Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen TNI Chandra As'Aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Chandra merupakan anggota Polri aktif yang bertugas di BIN. 

Terkait hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan penetapan perwira tinggi (Pati) TNI aktif sebagai penjabat (Pj) Kepala Daerah dibenarkan secara regulasi.

"UU Pilkada menyebutkan kriteria Pj. Gubernur adalah JPT Madya dan Pj. Bupati/Wali Kota adalah JPT Pratama. Jadi siapapun yang menduduki jabatan JPT Madya atau Pratama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Pj. Gubernur atau Pj. Bupati/Wali Kota," kata Bima.

"Anggota Polri aktif juga dapat menjabat sebagai JPT Madya di instansi pemerintah sejauh bidang tugasnya berkesesuaian dengan bidang tugas di Polri dan mengikuti seleksi terbuka. Sedangkan untuk anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan JPT Madya pada instansi di mana anggota TNI tersebut diperbolehkan," kata Bima.

Bima menambahkan Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan dalam Putusan MK tersebut ada dua hal yang disampaikan, salah satunya soal anggota TNI/Polri yang diberi jabatan madya atau pratama di luar induk institusinya boleh menjadi penjabat kepala daerah.

"Dalam Putusan MK itu mengatakan dua hal, satu, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, terkecuali di dalam sepuluh institusi kementerian/lembaga yang selama ini sudah diatur. Lalu kata MK sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah putusan MK Nomor 15/2022," kata Bima mengutip penjelasan Mahfud.

"Sebenarnya realitanya aturan-aturan tersebut sudah digunakan sejak tahun 2017 untuk menetapkan penjabat kepala daerah yang daerah-daerahnya melaksanakan pilkada. Aturan tersebut sudah lama dijalankan," kata Bima.

Lebih lanjut, keputusan Mendagri Tito Karnavian menunjuk Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai pj, ditegaskan Bima tidak menyalahi aturan. Ia menyebut posisi Brigjen Andi sebagai Kepala BIN Daerah (Kabinda) Sulteng adalah JPT Pratama, dan ini sudah sesuai pasal 201 UU Pilkada.

"Meskipun Pj. Kepala Daerah adalah TNI/Polri aktif, tetapi terdapat pengaturan dan pengecualian bagi pejabat dimaksud karena menjabat pada instansi pemerintah yang dapat diduduki oleh TNI/Polri dalam Jabatan Pimpinan Tinggi," ungkap Bima.

"Jadi dari kacamata manajemen ASN, tidak ada aturan yang dilanggar," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement