Jumat 10 Jun 2022 15:49 WIB

WHO Peringatkan Risiko Cacar Monyet Menjadi Endemik di Luar Afrika

Cacar moyet bisa menetap di negara-negara non endemik.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo.  Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit yang awalnya endemik di Afrika ini kini menyebar ke negara-negara non endemik.
Foto: CDC via AP
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit yang awalnya endemik di Afrika ini kini menyebar ke negara-negara non endemik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa kemungkinan untuk membendung wabah cacar monyet di dunia bisa menyempit. Bila hal ini terjadi, risiko cacar monyet untuk menetap di negara-negara non endemik akan menjadi nyata.

Sejak awal Mei lalu, WHO telah mengonfirmasi lebih dari 1.000 kasus cacar monyet. Kasus-kasus ini ditemukan di 29 negara non endemik di luar Afrika Barat dan Tengah yang merupakan wilayah endemik.

Baca Juga

Menurut Ghebreyesus, wabah yang terkendali bisa membuka peluang bagi virus monkeypox untuk "menetap" di wilayah baru. Bila hal ini terjadi, virus tersebut bisa menyebar pada tingkat yang rendah untuk waktu yang tak terbatas. Bahkan, kemunculan kasus cacar monyet bisa mencapai tingkat epidemi di beberapa wilayah.

"Risiko cacar monyet untuk menetap di negara-negara non endemik adalah nyata," ujar Ghebreyesus saat sesi pengarahan di Jenewa, seperti dilansir Today, Jumat (10/6/2022).

Bila berkaca pada masa lalu, cacar monyet tak bisa ditularkan dengan mudah dari manusia ke manusia. Dalam wabah cacar monyet terbesar di Amerika Serikat pada 2003, misalnya, tak ada transmisi antarmanusia yang terdokumentasikan. Pada saat itu, semua orang mengalami cacar monyet setelah berkontak dengan hewan yang terinfeksi.

Situasi yang sedikit berbeda terjadi pada saat ini. Transmisi antarmanusia tampak menjadi sumber penyebaran cacar monyet yang utama.

"Saat ini, kita lebih berisiko terhadap virus yang mungkin menjadi endemik karena transmisi dari manusia ke manusia dan karena ketidakmampuan kita untuk menghentikan siklus transmisi tersebut," ungkap profesor di bidang kesehatan global dan epidemiologi dari George Mason university, Amira Albert Roess.

Ada beberapa faktor yang membuat siklus transmisi ini menjadi sulit dihentikan. Salah satu alasannya adalah sebagian kasus cacar monyet sulit diidentifikasi karena kemunculan lesi hanya terlihat di area genital.

Selain itu, saat ini belum ada tes yang dapat memproses kasus cacar monyet baru secara cepat. Masih dibutuhkan beberapa hari untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis cacar monyet pada pasien.

photo
Asal usul cacar monyet. - (Republika)

Kemunculan epidemi di berbagai negara bisa berkembang menjadi sebuah pandemi. Namun untuk kasus cacar monyet, para ahli meyakini bahwa penyakit tersebut tidak akan berkembang menjadi pandemi.

"Masih ada peluang untuk mencegah penyebaran cacar monyet lebih lanjut pada mereka yang berisiko paling tinggi saat ini," ungkap pemimpin teknis untuk cacar monyet WHO Dr Rosamund Lewis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement