REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Bambang Noroyono, Febrianto Adi Saputro
Berdasarkan survei Indikator Politik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik terendah. Hasil survei dirilis oleh Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi, Rabu (8/6/2022).
"KPK di antara lembaga penegak hukum tingkat trust-nya paling rendah," kata Burhanuddin.
Berdasarkan hasil survei, sebesar 86,2 persen publik masih percaya dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sedangkan tingkat kepercayaan presiden berada di bawah TNI atau sebesar 73,3 persen. Disusul Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebanyak 66,6 persen.
Selanjutnya, ada Kejaksaan Agung dengan 60,5 persen, pengadilan dengan 60,1 persen dan KPK dengan 59,8 persen. Di bawah KPK ada MPR, DPD, DPR dan partai politik.
"Jadi institusi yang paling dipercaya, peringkat pertama hingga ketiga tidak berubah, TNI, Presiden, Polri, yang berubah adalah Kejaksaan Agung," kata Burhanudin lagi.
Kepercayaan publik terhadap KPK terbilang turun jika dibandingkan dalam survei sebelumnya atau pada April 2022 ini. Saat itu, tingkat kepercayaan KPK masih berada di atas Kejaksaan Agung. Saat itu, KPK masih dipercaya oleh 70,2 persen masyarakat berada di atas Kejaksaan Agung.
Jebloknya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menyulut usulan pembubaran lembaga antirasuah yang kini dipimpin oleh Firli Bahuri itu. Usulan pembubaran diutarakan mantan penyidik KPK yang dipecat lantaran tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), Rasamala Aritonang.
“Saya usul, KPK dibubarkan saja, perkuat kejaksaan, dengan memindahkan anggaran KPK yang besar itu ke kejaksaan, untuk meningkatkan renumerasi kejaksaan,” begitu kata Rasamala, Jumat (10/6/2022).
Dia menjelaskan, bahwa KPK sebenarnya dibentuk untuk memperbaiki penegakan hukum yang tidak maksimal. Mantan kepala bagian perancangan peraturan dan produk hukum KPK itu melanjutkan, jika yang terjadi justru sebaliknya maka eksistensi KPK patut dipertanyakan.
"Ada tiga opsi yang sebenarnya bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi tersebut: koreksi pimpinannya, revisi undang-undangnya, atau bubarkan KPK-nya," katanya.
Rasamala mengatakan, apabila tidak ingin dibubarkan maka pemerintah perlu mengevaluasi dengan mencari penyebab terus menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK. Dia melanjutkan, membubarkan KPK bisa jadi pilihan terakhir jika dua opsi pertama tidak juga dilakukan atau sudah dilakukan namun tidak memperbaiki kondisi pemberantasan korupsi.
"Makanya publik, juga pemerintah perlu melakukan evaluasi dan menentukan langkah perbaikannya bagi KPK, tidak boleh dibiarkan karena ini menyangkut kepentingan kita bersama yang punya mimpi Indonesia bersih dari korupsi," katanya.
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung wacana, pun usulan pembubaran KPK. Kordinator MAKI Boyamin Saiman mengusulkan, agar penguatan pemberantasan korupsi di masa mendatang, oleh pemerintah, dan masyarakat, mendorong tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejakgung) untuk berada di barisan terdepan.
Boyamin juga mengusulkan, agar pembubaran KPK, dilakukan dengan melebur lembaga tersebut, untuk bergabung dengan tim di Gedung Bundar, Kejagung. “MAKI setuju dengan usulan pembubaran KPK, dan kemudian personil dan pegawai KPK, digabung dengan tim di Jampidsus, yang saat ini terdepan dalam penanganan-penanganan perkara-perkara korupsi besar,” begitu kata Boyamin dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Jumat.