REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan pada Selasa (14/6/2022) bahwa pihaknya telah menangguhkan sebagian bantuan pangan di Sudan Selatan karena kekurangan dana. Kondisi itu meningkatkan ancaman kelaparan bagi 1,7 juta orang di negara berpenduduk 6,2 juta jiwa tersebut.
Langkah untuk menangguhkan bantuan bagi diambil badan PBB itu ketika harga pangan melonjak akibat perang Rusia-Ukraina, sehingga badan-badan kemanusiaan kekurangan dana. Kondisi itu diperparah dengan konflik dan bencana alam, seperti banjir dan kekeringan, yang dipicu perubahan iklim. Akibatnya, lebih dari 60 persen penduduk Sudan Selatan menghadapi kerawanan pangan.
"Sudan Selatan menghadapi tahun terburuk bencana kelaparan sejak merdeka. Kami sudah berada dalam krisis, tetapi kami berusaha mencegah situasi itu agar tidak semakin parah," kata penjabat kepala perwakilan WFP di Sudan Selatan Adeyinka Badejo-Sanogo kepada pers di Jenewa.
Badejo-Sanogo, yang berbicara dari Juba, ibu kota Sudan Selatan, mengatakan WFP sangat membutuhkan dana sebesar 426 juta dolar AS (Rp6,28 triliun) untuk memenuhi kebutuhan selama enam bulan ke depan.Dana itu juga diperlukan untuk mencegah "situasi eksplosif", kata dia. WFP mengatakan pihaknya telah kehabisan opsi sehingga menangguhkan bantuan pangan.
Pada 2021, badan itu melakukan penjatahan makanan. Setelah penangguhan itu, kata WFP, pihaknya berharap dapat membantu 4,5 juta orang Sudan Selatan yang membutuhkan, termasuk 87.000 orang yang telah mengalami kondisi seperti kelaparan.