REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Turki mempertahankan posisinya untuk tidak bergabung atau membuntuti Barat dalam menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Ankara masih memprioritaskan kepentingan ekonominya.
“Kami telah menyatakan bahwa kami tidak akan bergabung dalam sanksi. Sebab ini berasal dari keuntungan ekonomi kami, kami bergantung pada sumber energi eksternal,” kata juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin, Ahad (26/6/2022), dilaporkan Sputnik.
Menurut Kalin, sikap dan posisi negaranya telah secara terbuka disampaikan kepada Barat. “Ada pemahaman (dari Barat). Sanksi terhadap Rusia akan memukul, pertama, perekonomian Turki. Kami tidak menginginkan hal itu,” ujarnya.
Sejak Ahad (26/6/2022) lalu, para pemimpin negara anggota G7, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, dan Italia melangsungkan pertemuan tingkat tinggi di Elmau, Bavaria, Jerman. Konflik Ukraina menjadi salah satu isu pokok dalam konferensi tersebut.
Setelah membidik berbagai sektor perekonomian, negara anggota G7 berencana menerapkan larangan impor emas dari Rusia. Menurut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, sanksi demikian akan secara langsung memukul oligarki Rusia dan menyerang jantung mesin perang Presiden Vladimir Putin.
"Putin menyia-nyiakan sumber dayanya yang semakin berkurang untuk perang yang tidak berguna dan biadab ini. Dia membiayai egonya dengan mengorbankan rakyat Ukraina dan Rusia. Kita perlu membuat rezim Putin kelaparan karena pendanaannya,” ujar Johnson, dilaporkan Euronews.
Dalam beberapa tahun terakhir, emas menjadi komoditas ekspor terbesar Rusia setelah energi. Menurut Gedung Putih, nilai ekspornya mencapai hampir 19 miliar dolar AS atau sekitar lima persen dari ekspor emas global pada 2020. Sekitar 90 persen emas Rusia diekspor ke negara anggota G7. Dari total yang dikirim, lebih dari 90 persen di antaranya masuk ke Inggris.
Pada 31 Mei lalu, Uni Eropa telah menyetujui embargo parsial terhadap komoditas minyak Rusia. Hungaria, Slovakia, serta Republik Ceko diberi pengecualian dan tetap diperkenankan memperoleh pasokan minyak Rusia yang dikirim lewat pipa Druzhba. Keputusan embargo bertujuan menghentikan 90 persen impor minyak mentah Rusia ke 27 negara anggota Uni Eropa. Hal itu akan berlaku penuh akhir tahun ini.
Embargo yang dilakukan perhimpunan Benua Biru akan menjadi sanksi paling keras terhadap Moskow sebagai konsekuensinya menyerang Ukraina. Namun di sisi lain, sanksi tersebut bakal turut mempengaruhi Uni Eropa. Pada 2020, Rusia merupakan pemasok seperempat impor minyak Uni Eropa. Eropa adalah tujuan hampir separuh dari ekspor minyak mentah dan produk minyak Rusia.