REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Helma Dahlia mengatakan, ada ketidaksesuaian operasional usaha dengan perizinan yang dilakukan Holywings Group. Menurut dia, selain usaha bar yang belum terverifikasi, Holywings juga malah menampilkan hiburan musik, penampilan disc jockey dalam hingga luar negeri dan disko.
Selain hiburan itu, Holywings juga menampilkan tinju antarselebritas. “Operasional Holywings tidak sesuai dengan perizinan yang dimiliki karena menampilkan kegiatan hiburan,” kata Helma dalam keterangannya, Selasa (28/6/2022).
Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan terkait dokumen yang ada, pelaku usaha juga malah melakukan usaha bar. Terutama, usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman beralkohol dan non alkohol serta makanan kecil untuk umum di tempat usahanya.
“Dan berdasarkan pemeriksaan perizinan pelaku usaha pada sistem perizinan OSS RBA, ditemukan beberapa outlet Holywings yang belum memiliki sertifikat standar KBLI 56301 jenis usaha bar,” katanya.
Berkenaan dengan hal itu, menurut PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan, NIB Holywings dicabut dan dinyatakan tidak sesuai, tertulis di ayat dua. Sementara menurut Perda Nomor 8 Tahun 2007, setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan tempat usaha hiburan tanpa izin gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
“Maka dengan ini, kami merekomendasikan pencabutan NIB pada sistem perizinan OSS RBA dan penutupan outlet Holywings Group di DKI,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani mengatakan, sejauh ini pihaknya masih mempertanyakan status dari Holywings sebagai restoran atau hiburan. Pasalnya, Holywings yang berperilaku sebagai restoran dengan pajaknya, kerap menampilkan banyak hiburan dengan pajak hiburan yang dinilainya lebih kecil.
Menurutnya, praktik usaha itu membuat objek seperti Holywings dicemburui usaha-usaha lainnya. “Karena itu yang (perlu) dipertanyakan juga oleh pajak. Karena pajak HW itu restoran. Itu yang akhirnya bikin usaha hiburan lain cemburu. Jadi kenapa praktiknya hiburan tapi kok pajak restoran,” ujar Hana kepada Republika.co.id, Ahad (26/6/2022).
Status tersebut, lanjut Hana, membuat aktivitas Holywings mudah memberikan promo dan makanan serta minuman murah, khususnya yang beralkohol. Padahal, jika status Holywings sebagai tempat hiburan, pemilik usaha harus berpikir dua kali karena beban pajak lebih besar dan ditanggung pada pengusaha penuh. “Ini alkohol dikasih gratis. Kalo saya orang pajak, saya juga teriak,” katanya.
Karena itu, dia menegaskan pertanyaan status Holywings yang tidak jelas. Menurutnya, hal itu penting karena banyak hal serupa seperti Holywings yang mengaku objek restoran, tetapi menjalankan praktik hiburan. “Nah, ini yang merugikan negara,” katanya.
Sebagai informasi, berbeda dengan objek hiburan, pajak restoran tidak dibebankan kepada pemilik resto. Melainkan, pada pembeli atau konsumen pada saat melakukan pembayaran.