Rabu 29 Jun 2022 14:32 WIB

Politikus PKS Desak Keterlibatan Publik dalam Pembahasan RKUHP

Pasal penghinaan terhadap presiden disoroti.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Forum Besar (Forbes) Anggota DPR-DPD Asal Aceh Nasir Djamil menghadiri acara Kenduri Kebangsaan di Sekolah Sukma Bangsa, Bireun, Aceh, Sabtu (22/2).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Forum Besar (Forbes) Anggota DPR-DPD Asal Aceh Nasir Djamil menghadiri acara Kenduri Kebangsaan di Sekolah Sukma Bangsa, Bireun, Aceh, Sabtu (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengaku mendengar adanya rencana untuk mengesahkan Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) sebelum penutupan masa sidang pada 7 Juli mendatang. Ia berharap sebelum pengesahannya, keterlibatan publik benar-benar menjadi sesuatu yang menjadi prioritas dari pemerintah.

"Saya termasuk yang meminta agar ini dibuka kembali diberi ruang kepada elemen sipil untuk berpartisipasi," ujar Nasir saat dihubungi, Rabu (29/4/2022).

Baca Juga

Ia mengamini, jika ada sejumlah pasal dalam RKUHP yang dilandaskan nilai-nilai yang dibangun pemerintah kolonial Belanda pada masa pra kemerdekaan Indonesia. Tujuan dari semangat kolonialisme itu adalah untuk menjaga kekuasaannya.

Salah satunya termaktub dalam Pasal 217 hingga Pasal 219, yang mengatur ihwal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. Pasal tersebut membuat publik berpandangan pemerintah seakan tak boleh dikritik, meskipun pasal tersebut bersifat delik aduan.

"Semangatnya kolonial itu mempertahankan kekuasaan dan menjaga supaya tetap terhormat, bermartabat kedudukannya, dan mereka tidak diganggu. Segala sesuatu yang bisa mengganggu harga diri mereka itu dipidanakan, itu kan karakter kolonial," ujar Nasir.

Karenanya, partisipasi publik sangat penting dalam pembahasan kembali RKUHP yang merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya. Hal tersebut merupakan bagian dari asas keterbukaan, yang juga dapat menjadi media sosialisasi hukum pidana baru kepada publik.

"Keterlibatan publik dalam membahas RKUHP sebagai induk hukum pidana itu penting, terutama untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat. Di samping memuat harapan publik, RKUHP diharapkan menata kembali hukum," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, bola terkait pengesahan RKUHP saat ini kini berada di tangan pemerintah. Namun dalam rapat terakhir pihaknya dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Komisi III berharap RKUHP dapat disahkan sebelum berakhirnya masa sidang DPR pada 7 Juli mendatang.

Pengesahan RKUHP dapat menjadi salah satu hadiah bagi Indonesia, di mana sebulan setelahnya adalah hari perayaan kemerdekaan pada 17 Agustus. Namun, keputusan tersebut kembali kepada pemerintah.

"Harapannya berarti memang sebelum DPR reses lagi, itu sudah bisa kita selesaikan, tapi itu kan harapan DPR. Itu terulang kembali kepada pemerintahnya, mengajukan atau tidak," ujar Arsul.

Dalam rapat terakhir antara Komisi III dengan Kemenkumham, pemerintah meminta dihapusnya dua pasal dalam RKUHP. Pertama adalah pasal yang mengenai dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Kedua adalah pasal soal advokat yang curang.

"Pemerintah menyampaikan kepada kami di Komisi III ada dua pasal yang pemerintah ingin hapus, karena itu mengakomodasi masukan dari masyarakat," ujar anggota panitia khusus (Pansus) RKUHP pada 2019 itu.

Berikut adalah 14 poin krusial dalam RKUHP yang disampaikan oleh Kemenkumham:

1. pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law)

2. pidana mati

3. penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden

4. menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib

5. dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin

6. Contempt of court

7. unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih

8. pasal soal advokat yang curang

9. penodaan agama

10. penganiayaan hewan

11. alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan

12. penggelandangan

13. pengguguran kandungan

14. perzinaan, kohabitasi, dan perkosaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement