REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan aplikasi MyPertamina untuk mengakses BBM bersubsidi jenis solar dan Pertalite dinilai membutuhkan tambahan waktu sosialisasi dan pengawasan distribusi yang ketat. Penggunaan aplikasi digagas agar kebocoran BBM bersubsidi ke industri atau kelompok mampu bisa dihindari, dan program subsidi ini tepat sasaran.
Anggota Komisi VII DPR RI Diah Nurwitasari menilai, program digital MyPertamina membutuhkan sosialisasi masif. Setelah itu segera dilakukan evaluasi untuk penyempurnaan. Dengan begitu, kelompok masyarakat berdaya beli rendah bisa mendapatkan dan memenuhi minyak goreng, sesuai kebutuhan mereka.
"Butuh tambahan sosialisasi dan penyempurnaan, bagaimana melakukan upaya agar BBM bersubsidi dinikmati masyarakat yang membutuhkan dan tidak ada kebocoran ke industri atau kelompok pemilik kendaraan mewah yang mengonsumsi BBM bersubsidi," ujar Diah kepada wartawan, Kamis (30/6/2022).
Hanya saja, masih banyak kendala di awal program ini diluncurkan, yaitu masyarakat yang tidak memiliki handphone (HP) atau HP-nya bukan smartphone. Hal ini belum diantisipasi dengan baik. Masalah kedua, lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, HP bisa berpindah tangan.
"Bisa saja HP milik seseorang, tapi aplikasinya di HP lain, kemudian digunakan orang yang tidak berhak. Inilah beberapa masalah teknis yang perlu diatasi segera," sebutnya.
Karena sasaran yang diberikan adalah masyarakat yang tidak mampu, berarti pertanyaan berikutnya kalau mereka tidak mampu apakah memiliki gawai atau ponsel yang bisa mengunduh aplikasi ini.
Ia menilai, tujuan program MyPertamina ini baik. Tinggal bagaimana sosialisasinya dilakukan secara sungguh-sungguh dan cermat. Dengan program ini pula, bisa terdata siapa saja kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi BBM. Pengawasan sekali lagi jadi kunci sukses program tersebut, tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat II ini.