REPUBLIKA.CO.ID,JAMBI--Gubernur Jambi Hasan Basri Agus berencana akan menerbitkan peraturan daerah tentang ajaran Ahmadiyah yang ada di daerah setempat. "Hasilnya belum final, aturannya masih kita bahas. Keputusan akhirnya akan kita bicarakan dengan Muspida. Kemungkinan, nantinya akan dibuat Perda untuk menyelesaikan masalah Ahmadiyah," kata Gubernur usai memimpin rapat soal Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang ada di Jambi, Selasa.
Gubernur Jambi beserta Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdatul Ulama (NU) dan Kementerian Agama (Kemenag) Jambi, menggelar rapat membahas keberadaan JAI di Jambi. Dalam rapat itu, pihak pemerintah belum bisa mengambil keputusan final. Gubernur belum menarik kesimpulan terkait hal ini, namun dari rekomenasi MUI Provinsi Jambi, ajaran JAI dinyatakan sesat dan amat menyesatkan.
Rekomendasi tersebut sudah berdasarkan hasil kajian antara MUI provinsi dan kabupaten/kota serta instansi terkait. MUI sudah melakukan penelitian dan pengawasan ke lapangan sehingga muncul kesimpulan ini. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jambi menilai ajaran JAI sesat dan amat menyesatkan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jambi Dr H Hadri Hasan MA menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur untuk membubarkan JAI Jambi. Rekomendasi itu disampaikan dalam surat bernomor: A.37/DP.MUI-JBI/III/2011. Hasil tersebut didapat setelah melalui rapat koordinasi antara Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jambi dan kabupaten/kota serta dinas/intansi terkait lainnya.
Ada empat poin penting yang tercatat dalam rekomendasi tersebut, yakni ajaran JAI dianggap sesat dan amat menyesatkan, karena pokok-pokok ajarannya bertentangan dengan ajaran Islam.
Kedua, MUI merekomendasikan kepada Gubernur Jambi dan pemerintah pusat untuk melarang dan membubarkan ajaran ini, baik di Jambi maupun di seluruh Indonesia.
Meskipun demikian, dalam poin selanjutnya, MUI tetap mengimbau penganut JAI yang mau bertaubat, pihaknya bersedia melakukan pembinaan dan pembimbingan sesuai dengan ajaran Islam.
Keempat, MUI mengimbau umat Islam di Jambi dan Indoensia tidak bertindak anarkis terhadap organinasi dan pengikut Ahmadiyah yang ada saat ini.
Rekomendasi MUI tersebut sudah didasari dengan aturan undang-undang, yakni UU Nomor 5 tahun 1969 tentang pencegahan dan penyalahgunaan atau penodaan agama tertentu. Tidak hanya UU, rekomendasi tersebut juga didasari Perpres nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama.
Dasar lainnya, yakni Fatwa MUI dalam Munas II tahun 1980 dan VII tahun 2005. Selain itu juga, didasari oleh SE Dirjen Bimas Islam Depag RI Nomor D/BA/01/3099/1984 tanggal 20 September 1984.