REPUBLIKA.CO.ID, DUMAI - Kebakaran hutan dan lahan penyebab munculnya kabut asap di Kota Dumai, Riau, sejauh ini belum terdeteksi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) serta pihak lainnya di pemerintahaan setempat. Seperti disampaikan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Riau, bahwa di Dumai ada satu titik, "kata Kepala Bidang Kehutanan pada Distanbunhut Kota Dumai, Hadiono di Dumai, Jumat (15/4).
Menurut dia, jika telah terdeteksi oleh Satelite NOAA 18, bisa jadi kebakaran lahan atau hutan di Dumai kian luas atau setidaknya lebih dari sepuluh hektare. Hal tersebut diyakini karena menurut Hadiono, Satelit NOAA 18 hanya mampu mendeteksi keberadaan titik api atau "hotspot" jika suatu kawasan yang terbakar lebih dari 10 hektare.
"Dibawah 10 hektare, biasanya tidak akan terdeteksi dengan baik oleh satelite. Namun dimana posisi titik api tersebut kami belum mengetahuinya dan akan melacaknya," tuturnya.
Ia menjelaskan, di Dumai terdapat beberapa lokasi atau daerah yang rawan dengan kasus kebakaran, seperti di Kecamatan Sungai Sembilan dan Kecamatan Medang Kampai. "Dua kecamatan ini selalu menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan setiap musim panas. Untuk itu, dua daerah ini menjadi tujuan pelacakan titik api seperti yang disampaikan BMKG," katanya.
Akibat dari kebakaran hutan dan lahan, pada Kamis malam (14/4) hingga Jumat dini hari, kabut asap kembali muncul dan menyelimuti sebagian besar Kota Dumai. Seorang warga Dumai mengatakan, kabut asap kali ini terlihat tidak setebal kabut asap sebelumnya, dimana hanya menyisakan jarak pandang dibawah 300 meter.
Kendati demikian, asap kali ini terasa lebih menyengat dan terlihat bercampur abu yang bisa membuat mata pedih dan nafas sesak, kata warga. Sementara BMKG Riau di Pekanbaru menyatakan saat ini di Provinsi Riau terdeteksi tiga titik panas, salah satunya terdapat di Kota Dumai, dan dua lainnya berada di Kabupaten Rokan Hilir dan Kuantan Singingi.