REPUBLIKA.CO.ID,JAYAPURA--Dinas Kesehatan Provinsi Papua diminta untuk memperhatikan biaya perawatan dan pengobatan terhadap pasien/korban penembakan di sekitar Kampung Nafri, Kota Jayapura yang masih dirawat di RSUD Abepura. "Saya minta pihak terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan RSUD Abepura untuk memberikan suatu kebijakan terkait masalah pembiayaan perawatan dan pengobatan korban penembakan yang terjadi pada Senin (1/8) lalu," Kata ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua, Ruben Magai, SIP di Jayapura, Papua, Sabtu.
Menurutnya, sejumlah korban penyerangan yang disertai penembakan dan pembacokan yang dirawat di RSUD Abepura tidak boleh dibebankan dengan sejumlah permasalahan terkait biaya, karena itu merupakan kejadian luar biasa, yang tidak diduga oleh semua pihak dan perlu mendapatkan perhatian serta penanganan yang serius. "Janganlah mereka (korban) dibuat pusing urusan biaya perawatan atau pun pengobatan," katanya.
Kader Partai Demokrat Provinsi Papua itu juga mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan peristiwa tersebut terjadi, dan untuk itu dia berharap agar aparat keamanan agar secepatnya mengungkap kasusnya, dengan bekerja lebih ekstra. "Kami sangat menyayangkan kejadian tersebut, dan harapan kami agar kasus ini segera terungkap. Untuk itu POLRI dan TNI harus secepatnya ungkap kasusnya," pintanya.
Sebelumnya pada Kamis (4/8) Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, drg Aloysius Giay mengaku pihaknya berada dalam posisi dilematis terkait klaim biaya pasien korban penembakan di Nafri karena tidak masuk dalam Jamkesmas atupun Jamkesda.
Menurut dia, saat sejumlah pasien/korban penembakan Nafri dirujuk ke RSUD Abepura pihaknya telah memberikan/melakukan tindakan medis profesional, bahkan melakukan operasi bagi pasien yang membutuhkan pertolongan medis tanpa dikenakan biaya alias gratis, dan itulah yang jadi masalah.
"Waktu itu, kami langsung mengambil tindakan dengan memberikan operasi dan perawatan kepada korban penembakan Nafri. tapi kami terkendala pembiayaan," katanya. Aloysius Giay menerangkan, pasien korban penembakan Nafri, bukan orang asli Papua, sehingga tidak terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Daerah Papua (Jamkesda), dan juga untuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Mereka juga tidak terdaftar, padahal tergolong miskin.
"Hingga kini kami tetap memberikan pelayanan dan pengobatan gratis. Hanya saja, saat ini kami sudah kesulitan obat-obatan di RSUD Abepura, sehingga para pasien membeli sendiri di luar," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg Yosef Rinta, ketika dikonfirmasi, membenarkan hal itu. Dan pihaknya segera melakukan koordinasi dengan direktur dan manajemen RSUD Abepura untuk membebaskan segala macam biaya perawatan atau pun pengobatan yang dialami oleh korban penembakan di Nafri.
"Saya telah berkoordinasi dengan manajemen dan direktur RSUD Abepura untuk segera bebaskan segala macam biaya yang dikeluhkan oleh korban penembakan Nafri," katanya. "Semua biaya, akan ditanggung oleh kami. Dan alokasi dana pembiayaan, akan kami bicarakan lagi dengan RSUD Abepura," tambahnya.
Dari data yang didapatkan, korban penembakan Nafri yang dirawat di RSUD Abepura berjumlah lima orang, dua diantaranya adalah Sumardji (52) sopir angkutan pedesaan dan Siti Aminah (43) penjual sayur, keduanya warga Koya Timur, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura.