REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Badan Nasional Penanggulangan Bencana tidak akan memaksa warga lereng Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk pindah. Lembaga itu tetap akan menghargai keinginan mereka yang menolak relokasi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, di Sleman, Senin (5/9), mengatakan meskipun lembaga yang dipimpinnya itu memiliki kewenangan untuk memaksa warga lereng Gunung Merapi yang berada di kawasan rawan bencana untuk direlokasi tetapi langkah tersebut tidak akan dilakukan.
"Memang jika mengacu undang-undang, kami dapat memaksa warga yang tinggal di kawasan bahaya untuk relokasi. Namun itu tidak akan kami lakukan kepada warga lereng Merapi, saat ini era pemberdayaan masyarakat sehingga tidak mungkin kami memaksa," katanya.
Menurut dia, fokus pemerintah saat ini pada pembangunan hunian tetap (huntap) bagi warga yang bersedia direlokasi. "Targetnya hingga Desember 2011 terbangun 546 huntap. Mereka yang mau relokasi, kami dahulukan. Baru setelah itu mudah-mudahan warga yang lain bisa paham dan akhirnya bersedia relokasi," katanya.
Ia mengatakan, program relokasi warga lereng Merapi masih panjang hingga tiga tahun mendatang, sehingga persoalan-persoalan teknis juga menjadi pertimbangan matang.
"Tanah warga akan kami ganti dan juga bantuan stimulan Rp30 juta, kemudian tanah yang ditinggalkan juga akan dimanfaatkan dengan program berbasis masyarakat. Teknisnya ada di tingkat daerah," katanya.
Syamsul mengatakan, bagi sebagian warga Desa Glagaharjo yang tetap menolak relokasi karena sudah paham dengan bencana, juga diperhatikan BNPB dengan memaksimalkan mekanisme tanggap bencana berupa "living in harmony" dengan Gunung Merapi.
"Mereka memberikan tawaran kepada dan kami juga akan memberikan tawaran bagi mereka. Terkadang masyarakat punya kemauan, namun setelah paham akhirnya mengikuti," katanya.