REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri dalam permohonan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara meminta Mahkamah Konstitusi memberikan putusan sela yang memerintahkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) menunda tahapan pemilihan umum kepala daerah Aceh.
"Mohon kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan putusan sela penundaan tahapan pilkada yang saat ini masih berlangsung sampai dengan diputuskan permohonan ini," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djoehermansyah saat sidang di MK Jakarta, Jumat (13/1).
Dalam permohonan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara (SKLN) ini, Kemendagri memohon penundaan tahapan pilkada di Aceh dengan membuka kembali pendaftaran pasangan calon gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota untuk memberi kesempatan mendaftar baik dari parpol, gabungan parpol ataupun perorangan sampai dengan tujuh hari sejak putusan sela diucapkan.
Menurut Djoeher, permohonan ini dilakukan karena pemerintah (Kemendagri) berkepentingan agar proses pilkada di Aceh dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi adanya gangguan keamanan.
Kecemasan Kemendagri bisa jadi beralasan. Bila seluruh tahapan pilkada di Aceh tetap dilaksanakan tanpa diikuti oleh Partai Aceh dapat diprediksi berpotensi terjadinya gangguan kemanan dan ketertiban dalam pelaksanaan Pemilu kepala daerah yang bisa berakhir rusuh.
Djoeher juga mengatakan bahwa penundaan ini agar memberikan kesempatan kepada DPR Aceh (DPRA) untuk menyelesaikan "qanun" yang dapat menerima calon perseorangan.
"Penundaan tahapan, keikutsertaan Partai Aceh, pembahasan kembali 'qanun' yang baru dan pembukaan kembali pendaftaran bagi pasangan calon adalah beberapa poin penting dalam menyikapi perkembangan Pilkada di Aceh," katanya.