Rabu 15 Feb 2012 07:56 WIB

Warga Aceh Diminta tidak Nikah Liar

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Kementrian Agama Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, mengimbau warga agar tidak melakukan ritual pernikahan liar (di luar hukum negara), seiring banyaknya muncul kadhi liar di wilayah itu.

Kepala Kementrian Agama Aceh Barat, M Arif Idris di Meulaboh, Rabu (15/2) mengatakan, pernikahan di luar hukum kenegaraan dengan mendatangi kadhi yang tidak mendapat legalitas hukum akan menjadi ancaman buruk bagi keturunan dan kedua belah pihak keluarga.

"Secara hukum, Islampun belum tentu sah, karena ritual pernikahan yang dilaksanakan belum tentu lengkap syarat dan rukun sesuai syariat, dan hal ini perlu dipahami masyarakat," tegasnya.

Ia menjelaskan, ada sejumlah oknum kadhi yang melakoni perbuatan itu di Aceh Barat seperti di kawasan Gunung Mas, Kecamatan Bubon, sehingga sudah ada tiga pihak keluarga mengadu pada kementrian agama yang merasa resah dan dirugikan akibat pernikahan tidak diketahui pihak keluarga.

Kata M. Arif, pernikahan demikian dikhawatirkan memicu terjadinya keributan dan pertikaian antara keluarga, bahkan bisa saja kesempatan demikian dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku tidak bertangungjawab dengan tujuan tertentu.

Ia menyebutkan, Kementrian Agama Aceh Barat padahal sudah menyediakan di 12 kecamatan Aceh Barat masing-masing Kantor Urusan Agama (KUA) yang dapat memfasilitasi niat hati mencari keredhaan Tuhan dengan pernikahan yang benar sesuai ketentuan Islam dan diakui negara.

"Kegiatan kadhi liar memang banyak di Aceh Barat dan meresahkan pihak keluarga, karena walau bagaimana yang menikah ditempat itu tidak tercatat dan ini sangat kita sayangkan," imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan, Kementrian Agama belum dapat mencatat berapa jumlah kepala keluarga yang sudah dijadikan suami istri oleh kadhi liar di wilayahnya, yang kemungkinan saat ini sudah memiliki keturunan dari pernikahan illegal itu.

M Arif juga menyebutkan, dalam hal menjalin hubungan suami istri haruslah diketahui oleh negara, karena hal itu sangat dibutuhkan agar menjadi payung hukum serta tidak menciderai hak orang lain.

Sebutnya, masyarakat yang menikah secara benar adalah memiliki persyaratan dan rukun sesuai agama Islam membutuhkan legalitas hukum negara serta melibatkan pihak-pihak tertentu.

"Nah, sementara yang menikah di kadhi liar itu, apakah bisa dijamin ada hadir pihak wali, tanpa paksaan ataupun bukan suami/istri masih terikat nikah dengan orang lain," pungkasnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement